TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan konstitusi menjamin seseorang mendapat hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Ketimbang melarang mantan koruptor ikut pemilihan anggota legislatif, Jokowi menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang memungkinkan caleg mantan narapidana korupsi mendapat tanda khusus.
"Kalau saya, itu hak, hak seseorang untuk berpolitik. Tapi KPU bisa saja mungkin membuat aturan, misalnya, boleh ikut tapi diberi tanda mantan koruptor," kata Jokowi setelah menutup acara Pengkajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus Uhamka, Jakarta, Selasa, 29 Mei 2018.
Baca: Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg
Namun Jokowi mempersilakan KPU mengkaji lebih lanjut ide mengenai larangan mantan koruptor maju jadi caleg itu. "Silakan KPU menelaah, itu ruangnya KPU, wilayahnya KPU," ujarnya.
KPU menggagas larangan mendaftar caleg bagi mantan napi koruptor ini demi menyajikan pilihan peserta pemilu yang baik dan berintegritas bagi masyarakat. KPU berkukuh memasukkan larangan itu ke Peraturan KPU tentang pencalonan legislatif meski mendapat banyak kritikan dan penolakan.
Baca: Pengamat: KPU Punya Alasan Kuat Soal Larangan Eks Napi Koruptor
Penolakan salah satunya datang dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo. Ia mengatakan akan mendorong Komisi Pemerintahan meminta KPU mengevaluasi PKPU, yang melarang napi korupsi menjadi calon legislator.
"Karena sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu bahwa caleg siapa pun dia, termasuk mantan terpidana korupsi, kalau dia sudah menjalankan hukumannya lewat dari lima tahun, maksudnya setelah lima tahun, dia boleh aktif lagi di politik atau menjadi pejabat publik," ucapnya di Istana Negara pada Senin, 28 Mei 2018. KPU menyatakan sudah menyelesaikan PKPU tersebut dan akan segera menyerahkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asai Manusia.
Baca: KPU Segera Serahkan Draf PKPU Pencalonan Caleg ke Kemenkumham