TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon bertemu dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono atau Sultan HB X di Kantor Gubernur DIY Senin 28 Mei 2018.
Dalam pertemuan selama hampir dua jam itu, Fadli Zon mengaku membahas implementasi Undang-Undang Keistimewaan salah satunya soal pertanahan yang di dalamnya menyangkut pengelolaan tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground.
Sultan dan Pakualaman Ground merupakan tanah adat yang selama ini dikelola pihak Keraton dan Puro Pakualaman Yogya. Lokasinya hampir terdapat di seluruh wilayah DIY.
Baca juga: Fadli Zon Menilai Rilis 200 Nama Penceramah Kemenag Cacat Metode
“Kami minta soal pertanahan ini penanganannya berdasar UU Keistimewaan diantisipasi agar tak terjadi overlapping dengan UU Desa dan UU Pokok Agraria,” ujar Fadli Zon seusai pertemuan dengan Sultan HB X yang juga merupakan Raja Keraton Yogya itu.
Fadli menuturkan, soal tanah adat di Yogya seperti Sultan dan Pakualaman Ground ini perlu hati-hati penanganannya.
Karena meski tanah adat itu diatur dalam UU Keistimewaan, namun Desa melalui UU Desa dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui UU Pokok Agraria bisa menyatakan jika suatu tanah itu menjadi milik negara.
“Nah, sekarang kan BPN tak bisa melakukan intervensi atau kejelasan pada UU yang saling berbeda ini,” ujarnya.
Fadli mengatakan, dari potensi munculnya konflik pertanahan akibat adanya tiga produk hukum yang mengatur pertanahan di Yogya itu, pihaknya meminta komisi DPR terkait melakukan sinkronisasi.
“Entah nanti sinkronisasi dalam bentuk revisi UU atau cukup di PP (Peraturan Pemerintah),” ujarnya.
Baca juga: Saat Jokowi, Fahri Hamzah, Fadli Zon Buka Puasa Bersama di Istana
Fadli Zon mengatakan, DPR perlu membahas persoalan pengaturan pertanahan di Yogya ini secepatnya agar muncul pengaturan yang lebih jelas. “Kalau terkait historis keberadaan tanah-tanah adat itu kami tak termasuk membahasnya secara spesifik,” ujarnya.
Menurut Fadli Zon pihak DPR menyoroti persoalan pertanahan itu sering meningkatnya konflik agraria termasuk wilayah DIY. “Misalnya ada tanah hak milik di atas tanah Sultan Ground itu nanti penyelesaiannya bagaimana, itu harus diperjelas,” ujarnya.
Fadli menyoroti persoalan tanah adat karena tak ingin muncul konflik baru akibat lahirnya UU Keistimewaan.