TEMPO.CO, Yogyakarta - Sinta Nuriyah, istri mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur), meminta pemerintah dan semua kalangan benar-benar serius mengatasi aksi terorisme yang terus terjadi di Indonesia.
"Lawan terorisme dengan cara menolak segala bentuk provokasi dan bujuk rayu oleh orang yang tidak bertanggung jawab," kata Sinta seusai acara sahur keliling di halaman Gereja St. Maria Assumpta, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Sabtu, 26 Mei 2018.
Baca: Kapolri Minta Kepala Daerah Antisipasi Berkembangnya Sel Teroris
Ia juga menyentil pemerintah terkait dengan banyak warga negara Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Banyak yang masuk ISIS, ini termasuk kelalaian pemerintah," katanya.
Menurut Sinta, terorisme dan radikalisme dapat ditangkal. Misalnya, ia mencontohkan, tidak gampang termakan hoax dan ujaran kebencian. Selain itu, ia meminta masyarakat menyebarkan keadilan dan kebenaran.
Melalui kegiatan sahur keliling, Sinta mengajak umat Islam menjalankan puasa Ramadan sebaik-baiknya. Bukan menjalankan ibadah puasa sekadar acara formalistik, tapi menjalankannya secara revolusioner.
Baca: KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi
"Bila puasa dijalankan dengan baik, orang yang tidak baik menjadi baik. Puasa bisa menangkap hal-hal buruk, seperti aksi terorisme," ujarnya.
Acara sahur keliling dengan tema "Dengan Berpuasa Kita Kembangkan Kearifan, Kejujuran, dan Kebenaran dalam Kehidupan Berbangsa" yang digelar di halaman gereja ini diikuti ratusan orang. Sinta bersama dengan peserta sahur keliling makan nasi kotak bersama.
Di hadapan peserta sahur yang terdiri atas beragam agama dan suku bangsa tersebut, Sinta berceramah dan berdialog dengan mereka. Peserta tampak antusias melakukan tanya-jawab dengan istri Gus Dur itu.
Sinta menyampaikan sejumlah pertanyaan kepada peserta. Di antaranya, "Kenapa terjadi kerusuhan, kekerasan, terorisme? Kenapa ada fitnah, hujatan, kebohongan yang disebarkan di Indonesia? Kenapa terjadi bom bunuh diri di mana-mana, padahal kita punya Bhinneka Tunggal Ika yang menjadikan kita rukun?"
Peserta pun menjawab berbeda-beda. Ada yang menjawab, "Karena pemahaman yang salah soal agama." Ada pula yang menjawab, "Karena bangsa Indonesia kehilangan jati diri."
Sinta pun menjawab versinya. Menurut dia, hal itu terjadi karena bangsa Indonesia kehilangan nuraninya. Bangsa Indonesia kehilangan nilai kemanusiaan, sehingga ikatan tali persaudaraan yang dibangun Gus Dur menjadi longgar. "Kemanusiaan tercabik-cabik oleh bangsanya sendiri," kata Sinta.