TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menilai perlu adanya daftar penceramah seperti rilis daftar 200 mubaligh (200 mubaligh Kemenag) yang dibuat Kementerian Agama beberapa waktu lalu. Hanya saja, dia mengatakan pemilihan nama mubalig yang ada di daftar itu mesti berdasarkan standar yang jelas.
Menurut Azyumardi, standar tersebut semestinya tak dikeluarkan Kementerian Agama, melainkan oleh organisasi masyarakat Islam. "Yang bikin jangan Kemenag, tapi MUI atau ormas Islam bekerja sama dengan universitas Islam, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," ujar Azyumardi di Hotel Cemara, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.
Baca: Menag: MUI Akan Sempurnakan Daftar 200 Mubaligh Kemenag
Azyumardi menilai perlu ada aturan dan standar yang jelas soal penceramah. Tetapi, menurut dia, harus menyebutkan standar jelas, seperti latar belakang sang penceramah, riwayat pendidikan, dan riwayat berdakwah. "Karena ada mubalig yang ceramahnya hanya memprovokasi sehingga harus jelas dibikin standar," ujar dia.
Ia mencontohkan beberapa negara yang memberlakukan surat izin bagi penceramah, misalnya, Singapura, Malaysia, Mesir. "Di Indonesia kan enggak perlu SIM itu, bebas. Tapi kebebasan itu sering disalahgunakan ustad-ustad untuk memaki siapa saja," katanya. Karena itu, dia berpendapat daftar penceramah itu mesti diterbitkan tetapi dengan berbagai penyempurnaan.
Sebelumya Kementerian Agama merilis daftar 200 mubaligh pada 18 Mei 2018. Terbitnya daftar itu menuai krituk dari sejumlah pihak.
Baca: Kementerian Agama dan DPR Sepakat Serahkan Urusan Mubaligh ke MUI
Juru bicara Kemenag, Mastuki, menjelaskan soal daftar mubaligh itu. Menurut dia, ada tiga kriteria untuk merumuskan penceramah yang dianggap mempunyai kompetensi untuk memberi ceramah. Pertama, dilihat dari kualifikasi pendidikan dan pemahaman keagamaan. Kedua, mempunyai integritas dan reputasi yang baik di mata masyarakat. Ketiga, memiliki komitmen memperkuat persatuan dan kebangsaan.
“Diperlukan mubalig yang moderat untuk memperkuat komitmen kebangsaan kita,” kata Matsuki saat dihubungi Tempo pada Ahad, 20 Mei 2018.
Ia menegaskan pemerintah tidak berniat mendiskriminasikan penceramah lain yang belum masuk daftar yang telah dirilis itu. Sebab, daftar nama itu merupakan data awal dari proses verifikasi yang dilakukan Kemenag bersama sejumah organisasi maupun lembaga agama lainya.
Nama-nama mubaligh, kata Mastuki, masih akan bertambah, seiring dengan rekomendasi masyarakat maupun organisasi keagamaan yang akan memasukan nama untuk diverifikasi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memberikan penjelasan mengenai daftar 200 mubaligh Kemenag "Dua ratus itu hanya kecil sekali itu. Itu awal saja," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018. Dia pun sudah meminta Kementerian Agama membuat pola yang lebih baik, efisien, dan cepat untuk membuat daftar rekomendasi sejumlah mubaligh kepada masyarakat.
IMAM HAMDI | FRISKI RIANA