TEMPO.CO, Jakarta - Belasan tahun menjadi hakim agung, perkara apa yang dirasakan paling berat bagi Artidjo Alkostar? Perkara yang paling berkesan bagi hakim agung yang pensiun pada 22 Mei 2018 itu adalah perkara korupsi Presiden Soeharto. "Setelah mengadili kasus Presiden Soeharto, semua perkara pengadilan yang lain-lain itu kecil saja," kata Artidjo saat ditemui di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat, 25 Mei 2018.
Artidjo adalah hakim anggota perkara korupsi Soeharto pada 2000. Ketua majelis hakim perkara itu adalah hakim agung Syafiuddin Kartasasmita yang tewas ditembak.
Baca: Artidjo Alkostar Menolak Komentari PK Anas ...
Majelis, kata Artidjo, mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung terhadap perkara penyimpangan dana beasiswa Yayasan Supersemar. MA meminta bekas Presiden Soeharto, yang juga pendiri Yayasan Supersemar, membayar ganti rugi senilai US$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara.
Sejak menangani perkara itu, Artidjo mengatakan persidangan kasus korupsi yang melibatkan partai terasa mudah. "Presiden Soeharto saja saya adili, apa lagi ketua umum partai yang lain."
Artidjo dikenal sebagai hakim yang garang. Ia pernah memperberat hukuman Anas Urbaningrum, terhukum perkara korupsi Hambalang, dari 7 tahun menjadi 14 tahun. Dia juga memperberat vonis politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh dari empat tahun menjadi 12 tahun penjara, vonis advokat kondang OC Kaligis dari tujuh tahun menjadi 10 tahun, dan memperberat hukuman dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, yang terlibat perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca: Artidjo Alkostar Pensiun, Ini Beberapa Perkara ...
Hakim agung non karir itu pensiun karena usianya genap 70 tahun. Ia berharap penggantinya kelak memiliki keberanian yang sama dan integritas yang lebih baik darinya.
Artidjo Alkostar optimistis Indonesia ke depannya akan bebas dari korupsi. "Sudah berapa tahun kita merdeka? Harusnya harapan itu sudah tercapai."
M JULNIS FIRMANSYAH l REZA ADITYA