TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta meneliti material dari letusan Gunung Merapi yang terjadi pada 11 Mei 2018 dan 21 Mei 2018. Material itu diambil dari abu di kawasan Kaliurang. Dari penelitian itu, ditemukan ada perbedaan jenis material.
"Produk material Merapi pada 21 Mei lebih mengindikasikan pada material baru, yang tersusun atas komponen magmatik," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida ditemui di kantornya Jumat 25 Mei 2018.
Baca: Gunung Merapi Waspada, Begini Peta Warga di Kawasan Rawan Bencana
Material letusan pada 21 Mei 2018 tidak sama dengan material dari letusan sebelumnya yang berasal dari permukaan kawah, sisa erupsi 2010. "Sifat material letusan 21 Mei ini juga bersifat lebih asam dibandingkan material letusan 11 Mei," dia menjelaskan.
Material baru yang dikeluarkan Merapi ini merupakan komposisi magmatik karena mengandung silica (SiO2), natrium (Na), dan Kalsium (Ca). Komponen utama penyusun material itu yang selama ini menjadi parameter untuk menentukan apakah Merapi mengeluarkan material baru atau lama. “Material yang kami analisis ini merupakan material abu,” ujarnya.
Dari analisis BPPTKG atas sambel abu itu, bisa dilihat bahwa butiran material yang dikeluarkan pada 11 Mei lebih besar sementara butiran material pada 21 Mei lebih kecil. Kemudian kandungan komponen kristal bebas atau free crystals pada 11 Mei masih sebesar 32,85 persen namun pada saat letusan 21 Mei kandungan Kristal sudah melonjak menjadi 94,74 persen.
Baca: Abu Merapi Guyur Candi Borobudur, Balai Konservasi Siapkan Mantel
Adapun kandungan mineral (minerals aggregates) yang terdapat dari sampel abu letusan 11 Mei masih 13,87 persen sedangkan pada sampel letusan 21 Mei sudah menyusut menjadi 1,5 persen.
Merujuk dari penelitian itu, BPPTKG pun menyimpulkan bahwa peran unsur magmatic pada letusan tanggal 21 Mei 2018 jauh lebih dominan dibanding letusan Merapi tanggal 11 Mei 2018. Karakter magmanya mudah melepaskan gas-gas vulkanik maka magma tidak membangun tekanan internalnya sehingga tidak terdeteksi adanya gejala deformasi maupun kegempaan yang siginifikan.
Melihat kondisi Merapi terkini, maka tingkat aktifitas yang terjadi menurut BPPTKG masih tetap dalam status waspada atau level dua. “Radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi tetap tidak diperkenankan untuk aktivitas penduduk karena masih ada ancaman lontaran pasir, kerikil, dan batu jika terjadi letusan lagi,” ujarnya.