TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengajukan peninjauan kembali atas vonis 14 tahun penjara yang diterimanya dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Dalam peninjauan kembali atau PK tersebut, Anas mengajukan empat bukti baru atau novum.
Bukti baru yang diajukan Anas adalah keterangan anak buah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, yaitu Yulianis dan Marisi Matondang.
Baca juga: Wawancara Anas: Dari Hambalang sampai Athiyyah
"Ada testimoni baru yang belum pernah disampaikan di muka persidangan. Jika itu dipertimbangkan, kami yakin hasil putusan akan berbeda," kata Anas setelah menjalani sidang perdana PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 24 Mei 2018.
Anas mengajukan PK terhadap putusan Mahkamah Agung (MA), yang memperberat hukumannya dari tujuh tahun menjadi 14 tahun penjara. Selain itu, Anas diwajibkan membayar denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Hakim juga mewajibkan Anas membayar uang pengganti Rp 57 miliar kepada negara serta mencabut hak politiknya.
Mengutip memori PK Anas, Marisi Matondang, pada 15 Februari 2018, mengaku keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tentang pemberian Toyota Harrier kepada Anas adalah arahan Nazaruddin. Marisi merupakan mantan Direktur PT Mahkota Negara. Marisi menyatakan seluruh keterangannya dalam BAP diberikan karena intimidasi dari Nazaruddin.
Selain itu, Anas mendasarkan pengajuan PK atas keterangan Yulianis pada 15 Februari 2018. Yulianis adalah mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group. Putusan MA menyatakan Anas adalah salah satu pemilik perusahaan yang sebelumnya bernama PT Anugerah Nusantara itu. Permai Group sering mengerjakan sejumlah proyek pemerintah, termasuk proyek Hambalang, yang kemudian menjerat Anas sebagai terpidana.
Namun, dalam memori PK, Yulianis menyatakan dirinya bukan karyawan Anas, melainkan karyawan Nazaruddin. Dia juga mengatakan pemilik Anugerah Group atau Permai Group adalah Nazaruddin dan keluarganya, bukan Anas. Dia juga mengatakan tak ada uang dari perusahaan itu yang mengalir ke Anas untuk membiayai Kongres Partai Demokrat 2010.
Selain kedua orang itu, Anas juga mendasarkan pengajuan PK pada keterangan mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus M. Noer, pada 21 Desember 2017. Teuku mengatakan tak pernah memberikan uang kepada Anas untuk membeli Toyota Harrier. Dia juga mengatakan tak pernah menyerahkan uang kepada Anas untuk penyelenggaraan Kongres Partai Demokrat, yang mengantarkan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Baca juga: Nazaruddin Ungkap Peran Anas di Hambalang
Novum keempat yang diajukan Anas adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2013 tentang laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara dalam proyek Hambalang. Menurut Anas, hasil audit menunjukkan tidak ada perannya dalam proyek tersebut. Hal itu, menurut Anas, sangat menentukan nominal uang pengganti yang harus ia bayarkan.
Anas Urbaningrum mengatakan sudah mengajukan PK sejak sebulan lalu. Sidang perdana PK yang dia ajukan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini.
Sebelumnya, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara lain.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta meringankan vonis Anas menjadi tujuh tahun penjara. Lalu di tingkat kasasi hukuman Anas diperberat menjadi 14 tahun.