TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan ancaman teror di Indonesia akan lebih kompleks ke depan. Pelibatan TNI seperti Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) untuk membantu kepolisian dinilai sudah sangat diperlukan.
Moeldoko mengatakan salah satu indikator ancaman adalah jumlah teroris dan bibit teroris yang dihadapi. Dari data Foreign Terorrist Fighters, setidaknya ada 86 orang Indonesia yang kembali dari Suriah dan Irak, serta 171 orang yang digagalkan berangkat ke Suriah. Selain itu terdapat 6 orang yang kembali ke Indonesia dari Filipina, 7 orang dideportasi, dan 7 orang gagal diberangkatkan.
Baca: Moeldoko: Siapa Tidak Takut, Ditabrak Koopssusgab Selesai Pasti
Moeldoko mengeluhkan dalam situasi seperti itu masih ada pihak yang menilai gerakan terorisme seperti nyamuk. Pihak tersebut juga mempertanyakan pentingnya menghidupkan lagi Koopssusgab. "Mudah-mudahan yang ngomong nyamuk, digigit nyamuk betul nanti," ujarnya di sebuah seminar tentang RUU Terorisme di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Menurut Moeldoko, Koopssusgab sudah tepat untuk membantu kepolisian dalam menindak terorisme. Koopssusgab terdiri dari pasukan elit Den-81 Gultor Kopassus, Denjaka TNI AL, dan Den Bravo TNI AU.
Baca: Soal Koopssusgab, Moeldoko: Kapolri Minta, Mainkan...
Pasukan ini terdiri dari 90 personel. Dengan jumlah yang tak terlalu banyak, pasukan ini bisa bergerak cepat saat dibutuhkan. "Dalam beberapa menit sudah bisa digerakkan," katanya.
Koopssusgab akan bergerak saat situasi genting. Presiden yang langsung memutuskan kapan Koopssusgab harus turun ke lapangan. Sambil menunggu perintah, Koopssusgab bertugas untuk latihan, salah satunya simulasi jika terorisme terjadi. "Mereka mapping, latihan, koreksi terus menerus setiap hari," kata Moeldoko.