TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyatakan khawatir dengan rencana pemerintah mengaktifkan satuan antiteror Komando Operasi Khusus Gabungan atau Koopssusgab Tentara Nasional Indonesia. "Itu yang saya khawatir, ngapain begitu-begitu, bikin saja undang-undang," kata dia kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 21 Mei 2018.
Menurut Fahri, undang-undang sekarang harus sesuai dengan konstitusi. "Jangan memasukkan operasi intelijen dalam penegakan hukum, bahaya. Itulah orde baru," ujarnya. Menurut dia, pada orde baru, penegakan hukum dan operasi intelijen tidak dipisahkan.
Ide ini awalnya dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi setelah rentetan teror yang terjadi pada Minggu-Senin, 13-14 Mei 2018. Jokowi mengatakan pembentukan satuan antiteror Koopssusgab Tentara Nasional Indonesia ini untuk menciptakan rasa aman di tengah masyarakat.
Baca juga: Pembentukan Koopssusgab Dinilai Kebijakan Emosional
Jokowi menuturkan Koopssusgab baru akan diterjunkan dalam pemberantasan terorisme jika Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak sanggup menanganinya. "Dengan catatan itu dilakukan apabila situasi sudah di luar kapasitas Polri," kata dia saat memberi sambutan dalam acara buka puasa bersama para menteri, kepala lembaga negara, pengusaha, dan tokoh Islam di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 18 Mei 2018.
Menurut Jokowi, hal itu menandakan bahwa pemerintah tetap mengutamakan tindakan pencegahan. Tindakan preventif, kata dia, jauh lebih baik ketimbang upaya represif.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan Koopssusgab telah diaktifkan kembali oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto. Pengaktifan Koopsusgab ini, kata Moeldoko, telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Mereka setiap saat bisa digerakkan ke penjuru manapun dalam tempo yang secepat-cepatnya," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018.
Menurut Presiden Jokowi upaya pencegahan terorisme yang paling ampuh adalah dengan mencegah masuknya pemahaman ideologi radikal di dunia pendidikan.
"Bagaimana kita semuanya bisa membersihkan lembaga pendidikan dari SD atau dari TK, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan juga ruang-ruang publik mimbar-mimbar umum dari ajaran ajaran ideologi yang sesat, yaitu terorisme," ucap Jokowi.
Baca juga: Ada Koopssusgab, Wiranto Jamin Militer Tak Akan Super Power Lagi
Jokowi berujar aksi teror saat ini telah melibatkan anak-anak di bawah umur. Hal itu tercermin dalam peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya; di Rumah Susun Wonocolo, Sidoarjo; dan di Kantor Kepolisian Resor Surabaya saat para terduga teroris membawa serta anak-anak mereka.
Menurut Jokowi, kejadian itu menandakan bahwa ideologi terorisme telah masuk ke dalam ruang lingkup keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat membangun masa depan anak-anak justru berperan sebaliknya.