TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Adrianus Meliala, menilai pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan atau Koopssusgab dalam memburu jaringan teror sebagai kebijakan emosional.
“Kita kan sedang menunggu revisi Undang-Undang Terorisme, kenapa enggak menunggu itu saja sebagai upaya hukum yang lebih ajeg (tegas) dan komprehensif,” kata Adrianus saat dihubungi Tempo, Sabtu, 19 Mei 2018.
Baca: Jokowi: Koopssusgab Diterjunkan Jika Polri Tak Sanggup Lagi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan Koopssusgab telah diaktifkan kembali oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Jokowi mengatakan Koopssusgab TNI diaktifkan kembali untuk menciptakan rasa aman di tengah masyarakat. Selain itu, Koopssusgab baru akan diterjunkan dalam pemberantasan terorisme jika Polri sudah tidak sanggup menanganinya.
Adrianus menjelaskan, situasi pembuatan Koopssusgab mirip saat pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) mengenai hukuman kebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Saat itu, kasus pemerkosaan terhadap anak marak terjadi hingga akhirnya Jokowi menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Tapi tidak jalan perpunya. Soalnya, kebijakan itu dibuat saat situasi sedang ekstrem,” ujar Adrianus.
Baca: Presiden Jokowi Setuju Koopssusgab TNI Beranggotakan 90 Prajurit
Menurut Adrianus, yang saat ini menjabat Komisioner Ombudsman, pembuatan kebijakan harusnya dilakukan saat situasi tenang. Kerusuhan di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, dan beberapa aksi teror di Indonesia pada pekan lalu membuat situasi keamanan berada dalam kondisi ekstrem. Sehingga, kata dia, seharusnya Presiden menunggu situasi tenang lebih dulu sebelum memutuskan pengaktifan Koopssusgab.