TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Hak Asasi Manusia menilai terdakwa kasus terorisme, Aman Abdurrahman, seharusnya dituntut penjara seumur hidup, bukan hukuman mati. Komnas HAM menilai hukuman mati justru merugikan upaya pencegahan terorisme.
"Seharusnya seumur hidup cukup. Mati bagi pelaku terorisme adalah harapan," kata komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Menteng Jakarta, Sabtu, 19 Mei 2018.
Baca: Dituntut Hukuman Mati, Aman Abdurrahman Berani Mati Syahid?
Sebelumnya, dalam persidangan pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa menuntut Aman dihukum mati. Jaksa menilai pria yang disebut pemimpin ISIS di Indonesia itu terbukti bersalah melakukan serangkaian aksi teror.
Jaksa menyebutkan lima aksi teror yang diperintahkan Aman kepada pengikutnya di Jamaah Ansharut Daulah dari Januari sampai Juni 2017. Kelimanya adalah bom di Kampung Melayu dan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta; bom gereja Samarinda; penyerangan Kepolisian Daerah Sumatera Utara; serta penyerangan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Anam menuturkan menghukum mati seorang teroris justru merugikan bagi upaya penanggulangan terorisme itu sendiri. Menurut dia, hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera bagi teroris lain. Sebab, kematian justru menjadi tujuan para teroris. "Kita lihat Amrozi (pelaku bom Bali). Setelah dihukum mati, dia justru dijadikan pahlawan oleh kelompoknya," katanya.
Baca: Sebelum Bacakan Tuntutan Aman Abdurrahman, Jaksa Punya 2 Pilihan
Anam menilai hukuman penjara disertai upaya deradikalisasi jauh lebih efektif dalam penanganan kasus terorisme. Teroris yang telah melalui proses deradikalisasi, ucap dia, tentu akan membantu polisi membongkar jaringan teroris yang pernah dia ikuti. "Tulang punggung melawan terorisme itu adalah membongkar jaringannya dulu," ujar Anam.