TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan kepolisian sudah memantau pergerakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sejak empat tahun lalu. Menurut Kapolri, jaringan JAD bukan bersifat lokal melainkan menyebar di beberapa wilayah di Indonesia yang dianggap berbahaya.
Dengan alasan itu, kepolisian sejak dua tahun lalu mengusulkan draf revisi Undang Undang Terorisme. "Kami berharap secepat mungkin revisi ini dilaksanakan sambil memperbaiki masalah lembaga pemasyarakatan," kata Tito.
Baca: Densus 88 Tembak Terduga Penampung Dana Jamaah Ansharut Daulah
Beberapa waktu setelah bom meledak di Surabaya, Kapolri mendesak agar Rancangan Undang-Undang meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Terorisme (RUU Terorisme).
Tito menjelaskan UU Terorisme penting sebagai dasar kepolisian melakukan penindakan terhadap teroris. "Karena kami tahu sel-sel mereka, tapi kami tidak bisa menindak kalau mereka tidak melakukan aksi," kata Tito saat jumpa pers bom Surabaya di RS Bhayangkara Polda Jawa Timur, Ahad, 13 Mei 2018.
Baca: Pengamat: Sel Lama di Balik Serangan Jamaah Ansharut Daulah
Dengan UU yang berlaku saat ini, Densus 88 Antiteror harus bisa bertindak jika para terduga teroris melakukan aksi atau sudah jelas ada barang buktinya. "Kami ingin agar lebih dari itu," kata Tito.
Selain mempercepat penyelesaian RUU Terorisme, Kapolri juga meminta agar memperbaiki fasilitas lembaga pemasyarakatan. Kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok yang juga dilakukan Jamaah Ansharut Daulah, kata Tito, disebabkan karena minimnya ketersediaan fasilitas lembaga pemasyarakatan. "Kami ingin pengamanan yang maksimal." Para narapidana terorisme, kata Kapolri, berbahaya sehingga tidak bisa ditahan di tahanan biasa. "Apalagi digabung dengan tahanan lain."
RIYAN NOFITRA | NUR HADI