TEMPO.CO, Yogyakarta - Organisasi perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah, menyesalkan aksi teror bom di Surabaya, yang melibatkan ibu dan anak-anak dalam satu keluarga, pada 13-14 Mei 2018. “Keterlibatan ibu dan anak dalam aksi terorisme ini jelas fenomena yang sangat memilukan dan sangat zalim,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Siti Noordjannah Djihantini di kantor PP Aisyiyah, Yogyakarta, Selasa, 15 Mei 2018.
Siti menuturkan anak-anak seharusnya menjadi basis kehidupan dalam keluarga dan penerus bangsa, bukan malah ikut dilibatkan dan dikorbankan orang tuanya sendiri untuk menjadi pengebom dalam aksi teror itu. Anak-anak seharusnya dijauhkan dari ajaran teror, kekerasan, dan intimidasi karena itu perbuatan dosa yang tidak dibenarkan agama apa pun.
Baca:Tri Rismaharini: Cita-cita Anak Pelaku Bom di Surabaya Tak Lumrah ...
“Seharusnya, ibu yang paling berperan menjauhkan anak-anak itu dari ajaran teror agar anak itu menjadi agen perdamaian,” ucap Siti. Ia menuturkan menjauhkan anak dari perbuatan teror dan kekerasan bisa dilakukan melalui hal paling sederhana dalam keluarga.
Bagi keluarga muslim, kata Siti, misalnya, anak seharusnya didekatkan pada nilai-nilai keagamaan yang assunnah atau sesuai dengan sunah. "Dan maqbullah atau sesuai ajaran yang diterima Allah," tuturnya.
Baca: Bom di Surabaya, Tri Rismaharini Izin Menteri Perpanjang Libur ...
"Bukan malah mendidik anak dengan sifat takfiiri. Takfiiri adalah mudah mengkafir-kafirkan orang lain,” katanya.
Ledakan bom di Surabaya terjadi pada Ahad pagi, 13 Mei 2018, di tiga gereja. Malam harinya, bom juga meledak di Rumah Susun Wonocolo, Sidoarjo. Rangkaian bom di Surabaya ini dilakukan satu keluarga, yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anaknya.