TEMPO.CO, Jakarta -Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan peristiwa aksi teroris yang terjadi berturut-turut selama sepekan terakhir. Mereka menilai, rentetan aksi terorisme yang beruntun ini seolah membuat aparatur kepolisian tidak berdaya menghadapi serangan ganda teroris.
"Dalam kasus teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya misalnya, kalangan intelijen sebenarnya sudah mencium adanya pergerakan dan pergeseran sekitar 57 orang yang dicurigai sebagai teroris," ujar Ketua Presidium IPW Neta S. Pane melalui keterangan tertulis, Ahad, 13 Mei 2018.
Baca : Banyak Teror Menjelang Asian Games, Sandiaga Uno Bilang Begini
Neta menambahkan, mereka bergeser dari daerahnya masing masing menuju Jakarta. Mereka berasal dari Pekanbaru, Tegal, Karawang, Indramayu, Cirebon, dan Tasikmalaya. Pergeseran ini berhasil dipantau intelijen tapi Kelompok Suki dari Cirebon belakangan berhasil menghilang dari "radar" intelijen.
Neta pun mendesak polisi mengusut tuntas jaringan teroris ini. Ia menyarankan agar polisi melakukan antisipasi dini. Kasus serangan tiga bom bunuh diri di Surabaya tak terlepas dari kelengahan jajaran Polda Jatim.
Pasca kerusuhan di Rutan Mako Brimob, kalangan intelijen sudah melihat adanya pergerakan jaringan teroris. Pergerakan itu makin masif pada Jumat siang hingga malam hari dimana kalangan intelijen menyebutkan adanya 57 anggota teroris dari enam daerah bergeser, terutama ke ibukota Jakarta.
Beberapa di antaranya berhasil diciduk di wilayah Polda Metro Jaya. Sayangnya Polda Jatim kebobolan dan para teroris beraksi di tiga gereja dan menyerang masyarakat yang sedang beribadah.
Kasus serangan bom bunuh diri di Surabaya ini menambah panjang daftar peristiwa aksi teroris di negeri ini yang otomatis membuat masyarakat makin cemas. "Polri harus segera menangkap dan mengungkap otak pelaku serangan teror ini agar masyarakat bisa tenang. Termasuk saat melaksanakan ibadah Ramadan," demikian Neta.