TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menyampaikan belasungkawa dan rasa prihatin atas terjadinya ledakan bom di Surabaya, yang menyasar gereja, Minggu, 13 Mei 2018. "Mari bersama melawan kekerasan dan aksi teror sebagai musuh kemanusiaan, sekaligus meredam suasana agar dapat tetap menjaga kerukunan umat beragama," kata dia melalui pesan WhatsApp kepada wartawan.
Dia meminta masyarakat untuk menahan diri dan tidak menyebarkan foto atau video tragis dan sadistis itu. Ikhsan menyatakan hanya satu cara melakukan deradikalisasi yakni dengan meluruskan benih-benih paham yang saat ini sudah tersemai dan melekat di hati teroris dengan melalui pendekatan budaya, pemahaman ajaran agama yang benar, serta memberikan pekerjaan dan penegakan hukum dengan prinsip equality before the law atau semua sama di depan hukum.
Baca: Begini Kronologi Ledakan Bom di Surabaya
"Selama ini aparat Polri dan Densus 88 telah menghabiskan anggaran triliunan rupiah tapi ternyata tidak mampu menderadikalisasi benih-benih terorisme yang tersemai," ujar Ikhsan. Menurut dia, langkah itu tidak membuat teroris tidak takut mati apalagi penjara. "Karena bagi mereka itu adalah kesempatan yang diimpikan."
Pagi ini, teror bom terjadi di tiga lokasi gereja, yaitu di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno. Tiga bom tersebut meledak berselang 30 menit secara susul-menyusul.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan korban tewas akibat bom di Surabaya menjadi 10 orang dan 41 luka-luka.
Baca: Bom di Gereja Surabaya, Korban Meninggal Jadi 10 Orang
"Jadi sampai saat ini ada 10 korban yang tewas. 8 korban belum diidentifikasi dan 2 sudah diidentifikasi," kata Barung saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Gedung Tribata Polda Jawa Timur pada Ahad, 13 April 2018.