TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Aditya Anugrah Moha, 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Jaksa menilai politikus itu terbukti memberikan uang suap 110 ribu dolar Singapura kepada hakim Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono.
“Aditya Moha telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan korupsi,” ujar jaksa Ali Fikri saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 9 Mei 2018.
Baca: Aditya Moha Didakwa Serahkan Suap ke Hakim untuk Bebaskan Ibunya
Jaksa Ali menilai Aditya melakukan suap dalam beberapa tahap. Pertama, Aditya memberikan uang 80 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono agar ibunya, yaitu Marlina Moha, Bupati Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, tidak ditahan saat melakukan perkara dalam tingkat banding.
Suap kedua diberikan Aditya kepada Sudiwardono sebesar 30 ribu dolar Singapura dan fasilitas kamar di Hotel Alia, Jakarta Pusat. Suap itu diberikan kepada Sudiwardono agar Marlina diputus bebas.
Jaksa memberatkan tuntutan perbuatan terdakwa karena bertentangan dengan semangat masyarakat dan negara sebagai program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Aditya, yang merupakan anggota Komisi XI DPR, tidak memberikan teladan. Jaksa juga menilai perbuatan Aditya mencederai penegakan hukum di Indonesia.
Baca: Usai Sidang Dakwaan, Aditya Moha Tak Akan Ajukan Eksepsi
Namun jaksa meringankan tuntutan karena Aditya punya tanggungan keluarga dan bersikap sopan di persidangan.
Seusai sidang, Aditya Moha mengatakan menyuap Sudiwardono bukan untuk pribadinya, melainkan ibunya. Ia berharap hal tersebut menjadi pertimbangan dalam putusan hakim. “Sejatinya, tidak ada unsur atau niat kejahatan dalam diri hati saya,” katanya.
Menurut Aditya, tuntutan 6 tahun penjara cukup berat karena adanya keluarga. Dia mengatakan ada banyak fakta persidangan yang menurut dia dapat meringankan putusan. “Akan kami pertimbangkan dengan kuasa hukum dan disampaikan di pembelaan nanti,” kata Aditya.
Jaksa menilai Aditya melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam kasus suap hakim ini.