INFO NASIONAL - Korea mengalami kemajuan yang pesat dalam lima dekade terakhir. Padahal, hingga 1960-an, Korea dikenal sebagai salah satu negara termiskin di kawasan Asia. Saat itu Korea hanya mengandalkan pertanian sebagai sumber hidup rakyatnya. Negara ini juga dikenal sebagai negara yang miskin dengan sumber daya alam.
Mulai pertengahan 1960, Korea mengalami kemajuan yang pesat di bidang pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan, hingga dikenal sebagai salah satu negara terkaya di dunia saat ini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kemajuan pesat negara ini tidak terlepas dari mentalitas dan daya juang rakyat Korea yang sangat tinggi. Orang Korea dikenal sebagai pekerja keras, berdisiplin tinggi, jujur, dan memiliki pendirian yang teguh.
Baca juga:
Di bidang pendidikan, saat ini Korea merupakan negara yang memiliki reputasi yang sangat tinggi. Dalam berbagai studi komparatif internasional, Korea selalu dilaporkan sebagai negara yang memiliki reputasi yang sangat baik karena selaku berada pada posisi lima besar, dibandingkan dengan Indonesia yang selalu menempati posisi ‘lima kecil’. Dalam bidang teknologi, Korea juga dikenal sebagai negara penghasil berbagai teknologi, mulai dari alat komunikasi, transportasi, dan berbagai alat elektronik. Korea juga unggul dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan.
Dalam TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) yang diselenggarakan IEA (The International Association for the Evaluation of Educational Achievement) setiap empat tahun sejak 1995, Korea selalu menempati posisi lima besar. Pada 1995, untuk bidang Matematika Grade 8, Korea berada pada posisi nomor dua setelah Singapura. Sementara di bidang IPA, Korea berada pada posisi nomor empat setelah Singapura, Ceko, dan Jepang. Pada 1999, Korea kembali menduduki posisi nomor dua setelah Singapura untuk bidang Matematika, dan posisi nomor lima untuk IPA setelah Taiwan, Singapura, Hungaria, dan Jepang. Pada 2003, Korea tetap menduduki posisi nomor dua setelah Singapura di bidang Matematika, dan posisi nomor tiga pada bidang IPA setelah Singapura dan Taiwan.
Pada 2007, Korea tetap berada pada posisi nomor dua setelah Taiwan untuk Matematika, dan posisi nomor 4 untuk IPA setelah Singapura, Taiwan, dan Jepang. Pada 2011, Korea menduduki posisi pertama untuk Matematika, dan posisi nomor 3 untuk IPA setelah Singapura dan Taiwan. Terakhir pada 2015, Korea berada pada posisi nomor tiga setelah Singapura dan Taiwan untuk Matematika, dan posisi nomor empat untuk IPA setelah Singapura, Jepang, dan Taiwan (untuk tahun 2015 ini Indonesia tidak ikut pada jenjang Grade 8, tapi pindah ke Grade 4 yang juga diikuti oleh Korea).
Baca juga:
Pada studi international lainnya, yaitu PISA (Program for International Students Asessment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation) setiap tiga tahun sekali untuk anak usia 15 tahun di bidang Matematika, IPA, dan literasi, Korea juga memiliki reputasi yang sama, yaitu selalu berada di posisi puncak. Sementara Indonesia juga konsisten berada pada posisi di bawah. Pada PISA 2003, saat pertama kali Indonesia ikut, Korea berada pada posisi kedua setelah Finlandia untuk kemampuan bidang Matematika, sementara Indonesia berada pada posisi paling akhir dari 40 negara peserta. Hal yang hampir sama juga terjadi pada kegiatan PISA selanjutnya pada 2006, 2009, 2012, dan terakhir 2015.
Melihat kenyataan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pun memberikan perhatian khusus terhadap rendahnya capaian anak-anak Indonesia pada kedua studi internasional tersebut. Dalam kaitan itu, Mendikbud memberikan instruksi kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Guru agar segera mengadakan langkah-langkah untuk meningkatkan kompetensi guru Indonesia agar mampu meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Materi soal yang ditanyakan pada kedua studi international di atas, pada umumnya soal-soal untuk mengukur prestasi siswa dan merupakan pertanyaan yang memerlukan daya berpikir dan analitis yang lebih tinggi, atau yang lebih dikenal dengan HOTS (Higher Order Thinking Skills) dan CTS (Critical Thinking Skills). Pertanyaan jenis ini ditandai dengan pertanyaan yang memerlukan informasi lain sebagai jawabannya, atau memerlukan daya analitis yang tinggi, tidak merupakan pertanyaan yang bersifat langsung. Siswa Indonesia tidak terbiasa dengan jenis pertanyaan seperti ini, sehingga mereka tidak mampu menjawab dengan benar.
Oleh sebab itu, para siswa Indonesia perlu diberi bekal keterampilan berpikir analitis dan kritis, agar mampu menjawab pertanyaan seperti yang diajukan di dalam berbagai studi maupun dalam berbagai kesempatan uji kemampuan. Kemampuan ini hanya bisa diberikan atau diajarkan kalau gurunya menguasai konsep HOTS dan CTS, dan mampu mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran.
Prestasi unggul anak-anak Korea yang ditunjukkan pada studi TIMSS dan PISA ini, menunjukkan bahwa mereka mampu menjawab pertanyaan yang diberikan pada studi itu dengan baik. Itu artinya, mereka dapat menjawab pertanyaan yang memerlukan tingkat berpikir dan tingkat analitis yang tinggi.
Merujuk pada kemajuan yang dicapai oleh Korea dalam berbagai bidang, maka momentum pertukaran guru Indonesia-Korea merupakan saat yang sangat tepat untuk guru-guru Indonesia menimba ilmu, dan mengamati langsung bagaimana guru-guru Korea melaksanakan proses pembelajaran, bagaimana mereka menanamkan disiplin kepada murid-murid mereka, bagaimana guru-guru Korea menanamkan semangat kerja dan semangat pantang menyerah kepada murid-muridnya.
Guru-guru Indonesia tidak hanya perlu mengamati proses pembelajaran di sekolah, tapi juga mengamati bagaimana masyarakat Korea pada umumnya mendidik anak-anak mereka, sehingga dapat menjadi anak yang jujur, berdisiplin, pekerja keras, dan punya pendirian yang teguh. Keberadaan guru-guru Indonesia di Korea selama kurun waktu tiga bulan ini, perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk belajar banyak dan menyerap semua aspek kehidupan warga Korea, mulai dari rumah, sekolah, dan kehidupan bermasyarakat umumnya, yang merupakan tiga wadah kehidupan yang sangat berperan dalam membentuk watak dan karakter anak. (*)