TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo tidak bisa mengintervensi hukum soal putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap bos PT Catur Putera Surya dan stafnya dalam kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah.
"Tidak mungkin Presien mengintervensi hukum. Itu saja rumusnya. Jadi apapun hasilnya ya kita tidak bisa," kata Moeldoko di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 8 Mei 2018.
Moeldoko menuturkan pergantian pemerintahan bukan berarti ada sebuah perbedaan hukum. Selain itu, kata dia, kasus yang melewati berbagai zaman memang sulit untuk diusut lantaran perbedaan latar belakang waktu itu dengan situasi saat ini berbeda.
Baca: 25 Perempuan Desak Kasus Marsinah Diusut Lagi Setelah 25 Tahun
Kendati begitu, Moeldoko menegaskan bahwa pemerintahan memiliki komitmen untuk melindungi para pekerja agar merasa nyaman dan aman. "Bagi para pekerja selanjutnya, saya pikir pemerintah memiliki concern untuk melindungi, apakah itu pekerja yang di luar negeri atau yang di dalam negeri," ujarnya.
Sebanyak 25 Perempuan Pembela Demokrasi sebelumnya mendesak pemerintah mengusut lagi kematian Marsinah. Pada Mei tahun misteri kematian Marsinah memasuki 25 tahun.
Marsinah ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 lalu di Sidoarjo, Jawa Timur, setelah hilang selama tiga hari. Buruh PT Catur Putera Surya itu hilang setelah berunjuk rasa menuntut kenaikan upah buruh di Tanggulangin, Sidoarjo. Aksi tersebut terkait keluarnya peraturan Gubernur Jawa Timur yang mengimbau pengusaha menaikkan gaji hingga 20 persen gaji pokok.
Simak: May Day 2018, Khofifah dan Ribuan Buruh Ziarah ke Makam Marsinah
Dalam kasus Marsinah, bos PT Catur Putera Surya dihukum 17 tahun penjara, seorang staf yang terlibat ikut divonis 12 tahun. Di tingkat kasasi, MA memutuskan mereka bebas dari segala dakwaan.
Pratiwi Febri, anggota Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, mengatakan banyak fakta dan temuan persidangan pada waktu itu yang masih bisa diusut untuk mencari siapa pelaku dan aktor intelektual sesungguhnya.
Pratiwi mengatakan, desakan juga ditujukan kepada Komisi Nasional HAM, untuk kembali membuka kasus ini agar bisa dibawa ke jalur hukum yang nantinya bisa dibuka dalam persidangan HAM. Menurut Pratiwi, ada fakta-fakta serta temuan persidangan waktu itu yang masih bisa untuk diselidiki dalam kasus pelanggaran HAM.
Lihat: Hari Buruh 2017 di Pusara Marsinah, Pekerja Media: Merasa Senasib
"Kasus ini bukan hanya soal kriminalitas, tapi tentang perjuangan warga negara, perempuan, dan buruh yang dirampas haknya oleh negara," ujarnya, Kamis 3 Mei 2018.
Pratiwi berpendapat pemerintah seolah-olah menutup kasus Marsinah dan menganggap selesai dengan tidak menindaklanjuti fakta-fakta dan temuan dalam persidangan tersebut.
FRISKI RIANA | TAUFIQ SIDDIQ