TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat mendesak Ombudsman menyelidiki kasus kematian di Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, dan Ruang Tahanan Kepolisian.
"Dari dua tahun kami memantau, kami menemukan ada sekitar 203 kematian yang tercatat," kata peneliti LBH Masyarakat Albert Wirya di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Menurut Albert sebagian besar penyebab kematian, karena sakit, bunuh diri, dan kekerasan.
Pada 2016, LBH Masyarakat mencatat terjadi 120 kematian di Lapas, Rutan, dan Ruang Tahanan Polri. Jumlah kasus yang kami catat menurun di 2017 menjadi 83 kasus. Menurut Albert meski kasus menurun, permasalahan kematian dalam penjara masih memiliki akar-akar permasalahan yang sama.
Baca juga: Ombudsman: Layanan Kesehatan Paling Banyak Dikeluhkan
"Kami memandang adanya kelalaian terkait dengan pemenuhan hak atas kesehatan dan hak atas perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ini terkait dengan kematian-kematian yang terjadi," kata Albert.
Penyakit menjadi penyebab kematian terbanyak di penjara, yaitu 47,5 persen kasus di 2016 dan 60,25 persen kasus di 2017.
Albert menyayangkan tidak pernah ada mekanisme pengawasan yang efektif dan memadai untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas layanan kesehatan di dalam maupun di luar institusi penghukuman. Albert mengatakan di sisi lain, investigasi yang dilakukan Tempo media di 2017, justru membongkar narapidana kasus korupsi bisa memanfaatkan layanan rujukan kesehatan keluar untuk tujuan plesir.
"Kami meminta Ombudsman untuk terlibat dalam penyelidikan-penyelidikan terkait dengan aksesibilitas dan ketersediaan layanan kesehatan, baik di dalam penjara ataupun di luar penjara," kata Albert.
LBH Masyarakat mencatat bunuh diri menjadi penyebab kedua terbesar kematian dalam penjara, di mana terdapat setidaknya 43 kasus bunuh diri selama dua tahun. Menurut Albert permasalahan bunuh diri merupakan permasalahan yang harus dilihat dalam banyak aspek, salah satunya adalah kesehatan jiwa. Albert mengatakan Lapas, Rutan, dan Polri seharusnya memastikan layanan kesehatan yang komprehensif, bukan hanya kesehatan fisik, tapi juga jiwa.
Albert berkaca dari pengalaman LBH Masyarakat saat mendampingi tahanan yang memiliki gangguan jiwa. Saat itu LBH masyarakat mendapatkan kesulitan ketika mengusahakan medikasi terhadap orang dengan gangguan jiwa di penjara.
"Tidak ada layanan psikiater atau pun layanan psikoterapi yang memadai. Ketika kami merujuk orang ini keluar untuk berobat, kami menemukan halangan," kata Albert.
Baca juga: Ombudsman Temukan Maladministrasi, Warga Pulau Pari Sujud Syukur
Sepanjang 2016 sampai 2017, LBH Masyarakat juga menemukan tiga belas kasus kematian akibat kekerasan. Lima dari tiga belas kasus melibatkan pejabat negara ketika tindakan kekerasan dilakukan. Menurut Albert sistem penahanan dan pemasyarakatan seharusnya menjamin hak untuk bebas dari penyiksaan dan kekerasan.
Asisten Ombudsman Koordinator Unit Kerja Penegakan Hukum dan Peradilan, Ratna Sari Dewi mengatakan laporan soal Lapas dan Rutan tidak baru sekali diterima Ombudsman. Namun laporan itu kasus per kasus, di mana dapat diselesaikan sesuai dengan kasusnya.
"Kalau soal pemantauan atau pun hal-hal lain yang terkait dengan pelayanan publik, Ombudsman tugasnya bisa melakukan kajian, tapi kita tidak bisa masuk ke penyidikan seperti di kepolisian," kata Ratna.
Ratna mengatakan Ombudsman bisa melakukan investigasi untuk kajian ataupun untuk laporan masyarakat.