TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Ombudsman Bidang Pengawasan Sumber Daya Alam, Ketenagakerjaan, dan Kepegawaian, Laode Ida, mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) berpotensi diskriminatif terhadap masyarakat Indonesia.
"Di perpres itu, pemerintah mengutamakan pelayanan prima hanya untuk TKA, sedangkan tenaga kerja Indonesia tidak ada perpresnya," katanya saat ditemui di Seketariat Bersama Gerindra-PKS, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Mei 2018.
Baca: Moeldoko Sebut Perpres Tenaga Kerja Asing Lindungi Pekerja Lokal
Adapun pelayanan prima yang dimaksud adalah soal pelayanan dan pemberian izin terhadap TKA harus selesai dalam dua hari. Peraturan itu tertuang dalam Pasal 8, 9, 12, 13, dan 19.
Lebih lanjut, Laode mengatakan seharusnya peraturan tentang pelayanan prima didahulukan untuk masyarakat Indonesia. Setelah sistemnya berjalan dan teruji, baru hal itu bisa dilanjutkan untuk TKA.
Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA menjadi polemik setelah diterbitkan pemerintah pada akhir Maret. Sebagian organisasi buruh menolak dengan kekhawatiran akan mengurangi ruang untuk tenaga kerja lokal. Bahkan Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mulai menggulirkan wacana panitia khusus untuk menyelidiki tenaga kerja asing.
Baca: Fraksi PAN Sebut Akan Ikut Dukung Pansus Tenaga Kerja Asing
Selain berpotensi diskriminatif, Laode mengatakan perpres itu juga telah melakukan maladministrasi, seperti banyak TKA yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Sebab, dalam perpres itu disebutkan TKA yang akan bekerja di Indonesia baru akan belajar bahasa Indonesia setelah bekerja di Indonesia.
"Kalau di perpres sebelumnya, bahasa Indonesia menjadi syarat kalau mau bekerja di sini," ujar Laode.