TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu DKI Jakarta menemukan indikasi pelanggaran iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam pemasangan iklan yang dimuat di surat kabar Jawa Pos pada 23 April 2018. Ketua Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Puadi mengatakan pelanggaran berkaitan dengan dugaan kampanye di luar jadwal.
Puadi berpendapat PSI terindikasi melanggar aturan kampanye karena menampilkan logo dan nomor urut partai sebagai citra diri peserta pemilu. "Kami menganggap ada dugaan indikasi pidana. Makanya sedang kami telusuri," katanya di kantor Bawaslu DKI Jakarta, Rabu, 2 Mei 2018.
Baca: Dugaan Curi Start Kampanye, Bawaslu Akan Panggil Ulang PSI
Selain itu, Puadi menyebutkan iklan PSI menampilkan alternatif calon wakil presiden dan kabinet menteri bagi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk pemilu 2019. Menurut dia, iklan itu tidak akan dianggap melanggar jika hanya menampilkan foto presiden, alternatif calon wakil presiden, dan menteri menurut polling PSI.
Adapun Wakil Sekretaris Jenderal PSI Satia Chandra mengatakan akan menjalani semua proses di Bawaslu terkait dengan dugaan pelanggaran partainya. "Kami akan ikuti," ujarnya.
Satia berkukuh iklan tersebut dibuat bukan untuk kampanye partainya. Iklan itu, kata da, dibuat untuk menyodorkan nama alternatif cawapres dan menteri di kabinet Presiden Jokowi pada periode mendatang. "Kami ingin libatkan publik. Sebab, segala sesuatu harus melibatkan publik," ucapnya.
Baca: Diduga Curi Start Kampanye, Grace Natalie PSI: Itu Polling
Menurut dia, pemasangan logo partai tidak hanya dilakukan PSI. Di Cawang, Jakarta Timur, Satia mengaku melihat iklan Partai NasDem dengan slogan "NasDem Partaiku, Jokowi Presidenku". "Datang ke Cawang. Itu NasDem besar sekali logo iklannya," tuturnya.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu, kata Puadi, menemukan indikasi pelanggaran pidana pada iklan PSI. Ia menyatakan akan menyerahkan masalah ini kepada Bawaslu RI untuk diproses di Sentra Penegakan Hukum Terpadu. "Pada seluruh partai, kami imbau tidak melakukan hal demikian (mencuri start kampanye)," katanya.