TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus perintangan penyidikan, Fredrich Yunadi, berkeras bahwa bukti hasil rekaman closed-circuit television (CCTV) yang ditunjukkan jaksa di persidangan tidak sah. Alasannya, surat perintah yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyita CCTV Rumah Sakit Medika Permata Hijau, diperuntukkan untuk perkara korupsi E-KTP Setya Novanto.
"Dengan demikian sudah memenuhi unsur menggunakan bukti palsu di persidangan," kata Fredrich usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 30 April 2018.
Baca: Dua Rencana Skenario Fredrich Yunadi untuk Setya Novanto
Fredrich menuding jaksa menkamuflasekan surat perintah KPK untuk menyita bukti CCTV di Rumah Sakit Medika. Alasannya, surat perintah KPK itu tercatat 31 Oktober 2017, dua minggu sebelum kecelakaan terjadi. Fredrich menilai jaksa melanggar hukum jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 Pasal 28 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Bunyi pasal tersebut ialah, semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, termasuk alat bukti yang diperoleh dari hasil penyadapan, harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Simak: Fredrich Yunadi Minta Perawat RS Medika Disumpah Pocong
Saat dikonfirmasi usai sidang, jaksa KPK Takdir Suhan mengatakan bukti CCTV yang ditunjukkan di persidangan sah secara hukum. "Penyitaan file CCTV sah demi hukum karena diberikan oleh yang bertanggung jawab atas barang tersebut dan disaksikan oleh pihak-pihak terkait," kata Takdir kepada Tempo.
Takdir juga membantah memalsukan surat perintah penyitaan barang bukti seperti tudingan Fredrich. Menurut Takdir, bukti rekaman CCTV tetap sah meskipun disita dengan surat perintah untuk perkara Setya Novanto. "JPU menggunakan surat perintah Setya Novanto karena perkara Fredrich Yunadi merupakan pengembangan dari perkara inti tersangka Setya," kata Takdir.