TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, mengatakan pidato Amien Rais di Balai Kota Jakarta, Selasa, 24 April 2018, tidak etis. “Jelas, Pak Amien ingin mengajak Balai Kota sebagai poros baru dan perlawanan terhadap Istana,” kata Muradi saat dihubungi Tempo, Kamis, 26 April 2018.
Muradi mengatakan Balai Kota merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Ia menuturkan kantor Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut bukan bagian dari fasilitas untuk berpolitik praktis. “Kalau di negara lain, Pak Amien sudah diminta turun dari pidatonya,” ucapnya.
Baca juga: Didoakan Amien Rais Jadi Penyelamat Negeri, Anies Baswedan: Amin
Amien Rais menjadi penceramah dalam acara Ustadzah Peduli Negeri di Balai Kota. Di depan para ibu-ibu, Amien mengatakan Joko Widodo atau Jokowi tidak mungkin menang dalam pemilihan presiden 2019 karena elektabilitasnya turun dan di bawah 50 persen. Amien juga sempat menunjuk foto Jokowi saat memberikan ceramahnya.
"Kalau ibu-ibu peduli dengan negeri dan cuma leyeh-leyeh, is impossible. Kita harus bergerak," kata Amien dalam ceramahnya.
Muradi menjelaskan, Amien Rais tidak memberikan model yang baik dalam memberikan kritik. Menurut dia, Amien sebagai tokoh boleh menyampaikan pandangannya politiknya, tapi jangan di kantor pemerintahan. “Dengan berbuat seperti itu, orang nanti akan antipati ke Pak Amien,” ujarnya.
Baca juga: Amien Rais: Jangan Libatkan Kepentingan Asing dalam Pilpres 2019
Muradi berharap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta merespons perbuatan yang dilakukan Amien Rais. Muradi mengatakan seharusnya DPRD memproses apakah memang Balai Kota bisa dijadikan sebagai media politik praktis. "Nanti DPRD akan mempertanyakan itu kepada gubernur dan wakil gubernur," tuturnya.