TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka korupsi pengadaan satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Fayakhun Andriadi mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada awal April 2018. "Melalui kuasa hukumnya dia mengajukan permohonan itu pada awal April," kata Wakil Ketua LPSK Askari Razak saat dihubungi Rabu, 25 April 2018.
Adapun KPK telah menahan Fayakhun sejak 28 Maret 2018. KPK menyangka anggota Komisi Hukum DPR ini berperan memuluskan proyek Bakamla di Komisi Pertahanan DPR.
Lihat: Kasus Suap Satelit, Pejabat Bakamla Divonis Penjara 51 Bulan
KPK menduga dia menerima jatah suap sebanyak Rp 12 miliar dari total nilai anggaran Rp 1,2 triliun. Dia merupakan tersangka pertama dari kalangan legislatif dalam kasus ini.
Untuk memfasilitasi permohonan perlindungan, KPK telah mempertemukan Fayakhun dan LPSK hari ini. Pertemuan berlangsung selama dua jam di gedung KPK di bilangan Kuningan, Jakarta. Fayakhun tiba di gedung KPK pukul 16.21 menggunakan mobil tahanan dan keluar pukul 18.30. Dia bungkam saat ditanya awak media.
Simak: Fayakhun Diduga Terima Fee untuk Buka Anggaran Drone Bakamla
Askari mengatakan tim dari LPSK telah mengumpulkan informasi dari Fayakhun dalam pertemuan tadi sore. Dia mengatakan lembaganya akan menganalisis informasi tersebut terlebih dahulu.
Bila data dinilai cukup, kata dia, pimpinan LPSK akan berdiskusi memutuskan permohonan Fayakhun. “Jika diterima, perlindungan yang dia butuhkan akan kami penuhi,” kata dia.
Askari mengatakan saat mengajukan permohonan, LPSK belum melihat ancaman yang nyata kepada Fayakhun. Karena itu, kata dia, tim LPSK menemuinya untuk menggali informasi lebih dalam.
Menurut dia informasi terkait adanya ancaman biasa diperoleh setelah bertemu langsung dengan pemohon. “Bukan hanya ancaman langsung tapi potensi adanya ancaman juga kami nilai. Termasuk yang tidak dilaporkan,” kata dia.