TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan atas penyitaan kapal mewah super yacht Equanimity milik Equanimity Cayman Ltd terhadap Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Selasa, 17 April 2018.
"Menyatakan sita untuk kapal yacht Equanimity Cayman berdasarkan surat perintah Polri tanggal 26 Februari 2018 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum," ujar hakim tunggal Ratmoho di PN Jakarta Selatan, Selasa, 17 April 2018.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri mengungkap barang bukti hasil kejahatan pencucian uang di Amerika Serikat berupa sebuah kapal super yacht bernama Equanimity senilai Rp 3,5 triliun pada 28 Februari 2018. Kapal Equanimity itu ditemukan di Tanjung Benoa, Bali, setelah empat tahun diburu Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika.
Baca juga: Kapal Equanimity Disita, Mahatihr Desak Najib Soal Skandal 1MDB
Kapal pesiar Equanimity ini diduga berkaitan dengan kasus korupsi dana investasi Malaysia atau 1MDB senilai US$ 4,5 miliar (sekitar Rp 60 triliun).
Kapal tersebut ditemukan setelah polisi menerima surat dari FBI pada 21 Februari 2018, yang berisi permintaan bantuan untuk melakukan pencarian atas keberadaan kapal tersebut. Polisi kemudian menyita kapal tersebut untuk diserahkan ke FBI.
Equanimity Cayman Ltd mengajukan permohonan praperadilan atas penyitaan kapal ini pada 20 Maret 2018. Pihak Equanimity Cayman Ltd mempertanyakan keabsahan penyitaan kapal yang didasarkan pada surat perintah nomor SP.Sita/41/II/RES.2.3/2018/Dit Tipideksus tanggal 26 Februari 2018.
Baca juga: FBI dan Polri Sita Kapal Pesiar Terkait Skandal 1MDB
Ratmoho mengatakan penyitaan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri atas kapal Equanimity itu tidak sah secara hukum. Hal itu, kata dia, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal dalam Masalah Pidana. "Izin penyitaan harus melewati Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya.