TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan pemerintah berencana membatasi transaksi uang tunai maksimal Rp 100 juta.
"Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana korupsi, suap, dan tindak pidana lainnya," kata Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di kantornya, Jakarta, Selasa, 17 April 2018.
Baca: PPATK Berikan 368 Laporan Kasus Dugaan Korupsi ke KPK
Pembatasan tersebut akan diatur dalam Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal yang akan segera diajukan ke DPR. Dalam draf aturan itu, pembatasan pemakaian uang tunai akan dilakukan untuk korporasi dan perorangan.
Kiagus mengatakan pembatasan perlu dilakukan untuk mencegah pelaku korupsi melakukan aksinya. Menurut data statistik PPATK, kata dia, tren tindakan korupsi dan suap meningkat secara signifikan.
Sejak berdiri pada 2013 hingga Januari 2018, PPATK telah menyampaikan 4.155 hasil analisis kepada penyidik. Dari jumlah itu, kata dia, 1.958 di antaranya terindikasi terkait dengan tindak pidana korupsi dan 113 lainnya terindikasi tindak pidana suap. Selain itu, kebanyakan dari transaksi itu dilakukan menggunakan uang tunai.
Baca: PPATK Temukan 1.066 Transaksi Mencurigakan Terkait Pilkada 2018
Kiagus mengatakan para pelaku korupsi sengaja menggunakan uang tunai untuk mempersulit penegak hukum melacak asal uang tersebut. Hal itu, kata dia, juga dapat dilihat melalui banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang menggunakan uang tunai dalam transaksinya. "Pembatasan ini juga diperlukan untuk mencegah korupsi sejak dini," katanya.
Selain dari segi penegakan hukum, Kiagus mengatakan, pembatasan transaksi keuangan akan punya dampak positif terhadap perekonomian. Menurut dia, pembatasan ini akan meningkatkan jumlah dan aliran uang masuk ke sistem perbankan.
"Kegiatan ini dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dan meningkatkan kecepatan peredaran uang," ujarnya.
Ketua PPATK juga mengatakan pembatasan transaksi tunai akan menghemat anggaran untuk percetakan uang. Saat ini, kata dia, rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahunnya 710 juta bilyet per keping, atau 20,2 persen, dengan biaya pengadaan mengalami kenaikan ratusan miliar per tahun.