INFO NASIONAL - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia pada 9 September 2016. Hal itu mengingat negara saat ini sangat membutuhkan tenaga-tenaga ahli di bidang kejuruan.
Karena itu, prioritas yang dikembangkan berdasarkan Inpres tersebut adalah pertanian, kelautan, pariwisata, dan ekonomi kreatif. “Nah, keempat bidang itu yang sekarang prioritas untuk dikembangakan,” ujar Sekretaris Jenderal (Sesjen) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) E. Nurzaman A. M.
Baca Juga:
Di mana adanya keempat bidang itu? Kalau kejuruan adanya di SMK, sedang dan vokasi di Perguruan Tinggi (Politeknik), walaupun secara umum sekolah menengah atas (SMA) juga merupakan bagian dari vokasi. “Ternyata, setelah kami cek, guru kejuruan itu memang kurang, khususnya dalam bidang produktif,” kata Nurzaman.
Sekretaris Jenderal (Sesjen) Direktorat Jenderal (Ditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) E. Nurzaman A.M
Di SMK dikenal ada tiga kategori guru, yaitu guru normative, seperti guru agama; guru adaptif, seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, Bahasa Inggris; dan guru produktif, yaitu guru yang mengajar di bidang keahlian kejuruan. Khusus guru produktif, Nurzaman mengumpamakan semua orang belajar Bahasa Indonesia, Agama, PKn, tapi tidak semua orang belajar elektronik kecuali mengambil program studi elektronika saja. Begitu juga dengan otomotif, pariwisata, busana, tata boga, kecantikan, akunting, kerja kayu, bangunan, dan permesinan. “Nah, itu yang dimaksud dengan guru produktif,” ucapnya.
Baca Juga:
Nurzaman mengutarakan, di Indonesia sangat kurang guru produktif. Di sisi lain, guru adaptif berlebih. “Karena itu, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan punya sebuah policy, yaitu Program Keahlian Ganda,” ujarnya.
“Umpamanya, saya guru Fisika. Kebetulan guru Fisika di sekolah saya banyak, sehingga saya kekurangan jam mengajar, sehingga tidak bisa memenuhi kriteria 24 jam mengajar per minggunya agar bisa mendapatkan tunjangan profesi. Nah, daripada tidak mendapat tunjangan profesi tapi saya punya minat dan bakat untuk menjadi guru lain selain fisika, saya bisa mengambil misalnya elektronika. Karena itu, saya ikut pelatihan elektronika selama kurang lebih satu tahun yang dibiayai pemerintah. Setelah lulus pelatihan maka saya ikut sertifikasi kedua terkait profesi elektronika tadi. Jadi, selain sertifikat tentang Fisika, maka saya juga punya sertifikat tentang Elektronika. Itu disebut keahlian ganda. Sehingga saya berwewenang mengajar di dua mata pelajaran itu,” katanya.
Nurzaman berharap, Program Keahlian Ganda ini bisa memotivasi guru. “Namun tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan guru produktif dengan pemberdayaan guru yang ada,” tuturnya.
Untuk tahap pertama, Nurzaman mengatakan Kementerian Pendidikan memprogramkan 15 ribu guru di program ini. Dari berbagai proses seleksi dan lain-lain, sekarang tinggal sekitar 10 ribuan dan yang sampai tuntas sekitar sembilan ribuan.
Terkait dengan Multi Subject Teaching, Nurzaman mengatakan program ini mirip-mirip dengan keahlian ganda. Bedanya, keahlian ganda itu khusus untuk SMK, sedang multi subjek untuk sekolah-sekolah yang lain, seperti sekolah menengah pertama (SMP) dan SMA.
Dia bercerita, dosen itu bisa mengajar atau mengampu lebih dari satu mata kuliah dalam satu semester. Bahkan, ganti semester ganti mata kuliah. Di sana terjadi penghematan atau pemberdayaan dosen. Namun sebaliknya, guru, sekali dia menjadi guru Bahasa Inggris maka dia hanya punya kewenangan mengajar Bahasa Inggris saja. “Jadi, kalau kekurangan guru, kan harus merekrut guru baru. Akibatnya beban negara bertambah,” katanya.
Padahal di sisi lain, ini ada guru yang masih memiliki potensi. Jadi, tujuan Multi Subject Teaching adalah untuk pemberdaayan guru yang otomatis mengakibatkan terjadinya efisiensi anggaran. Namun ada syaratnya, yaitu mata pelajarannya harus serumpun. “Misalnya ijazah saya Sosiologi. Menurut para akademisi, sosiologi itu sangat erat hubungannya dengan Antropologi dan Sejarah. Jadi, ketika saya punya ijazah Sosiologi, saya itu mestinya mampu mengajar Antropologi. Jadi, kalau saya di sini sebagai guru Sosiologi, otomatis guru Antropologi kekurangan. Artinya, tidak usah merekrut guru baru guna mengajar Antropologi lagi, karena guru Sosiologi bisa dimanfaatkan. Apalagi kalau jam mengajarnya masih kurang. Namun tentu saja itu harus melibatkan para ahli dan mulai proses tahapan pelatihan,” ujarnya.
Para guru-guru itu selanjutnya akan di-SK-kan saja oleh Menteri bahwa dia memiliki keahlian. Dan ini tidak perlu disertifikasi karena memang sudah punya keahlian atau serumpun. “Jadi, perberdayaan guru yang ada, ikutannya ada penghematan atau efisiensi anggaran. Di balik itu, kalau dia kurang jam mengajar, itu akan membantu guru,” tutur Nurzaman.
Program Multi Subject Teaching ini baru mau dimulai tahun ini dan sudah dirintis. “Sekarang sedang pendaftaran,” kata Nurzaman. (*)