TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi mengatakan isi khotbah atau ceramah keagamaan sebaiknya tidak langsung disajikan secara mentah oleh kalangan pers sebagai berita.
"Kami dari Dewan Pers tidak menganjurkan apa disampaikan sebagai isi khotbah langsung dihadirkan menjadi berita oleh teman-teman pers," ujar Jimmy saat menjadi pembicara dalam acara media gathering yang diselenggarakan Bawaslu RI di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 14 April 2018.
Baca juga: PBNU: Tak Etis Bawaslu Susun Materi Khotbah Pilkada
Jimmy mengatakan apa pun yang terjadi, kalangan pers harus dapat menghormati substansi sebuah khotbah. Dia menilai ceramah keagamaan sudah pasti sudah bersifat privat walaupun berlangsung di tempat terbuka, atau ada media serta alat pengeras suara yang membuat ceramah itu terdengar ke mana-mana.
"Kecuali kalau memang itu ceramah non-keagamaan dan disampaikan di depan publik," jelas Jimmy.
Jimmy mengatakan jika kalangan pers ingin mengutip sebuah ceramah keagamaan, maka materi atau isi ceramah keagamaan yang dianggap menarik, dapat diklarifikasi kepada penceramah dengan wawancara setelah ceramah usai serta mencari narasumber lain sebagai pembanding atau pelengkap.
"Prinsip jurnalistik 5W+ 1H harus diperdalam. Yang namanya isi khotbah, tidak pernah ada unsur 5W 1H, karena itu sepihak dari pengkhutbah, penceramah atau rohaniawan, makanya kami dari Dewan Pers tidak pernah menganjurkan isi khotbah bulat-bulat dijadikan berita," jelas dia.
Baca juga: Alasan Bawaslu Susun Materi Khotbah: Isu Sara & Pilkada Jakarta
Dia mengingatkan bahwa khotbah selalu dipenuhi dengan pesan rohani, hubungan manusia dengan Tuhan. Seandainya ada isi khutbah yang menyangkut persoalan sosial, atau politik, pasti dibungkus dalam konteks keagamaan.
Sementara sebuah berita tidak hanya menyangkut satu orang, melainkan juga menyangkut orang banyak. "Kewajiban anda mengecek, mengonfirmasi dan verifikasi dari pihak lain," jelas dia.