TEMPO.CO, Jakarta - Jagat media sosial dalam pekan ini gaduh dengan keluhan peserta Ujian Nasional atau UN tingkat SMA yang digelar pada 9-12 April 2018.
Musababnya adalah soal UN terutama untuk pelajaran matematika, fisika dan kimia untuk siswa jurusan IPA yang tak sesuai dengan kisi-kisi. Untuk peserta ujian jurusan IPS, soal yang dinilai tak sesuai dengan kisi-kisi yang diberikan yakni Matematika dan Ekonomi.
"Soal UN Matematika sulit, jauh berbeda dengan soal yang dikerjakan saat uji coba dan kisi-kisi," ujar seorang peserta UN, Yudha Pratama.
Siswa salah satu SMA di Riau tersebut mengaku khawatir dengan tingkat kesulitan soal UN tersebut, karena akan berdampak pada nilai UN. Meskipun saat ini nilai UN tak lagi menentukan kelulusan, masih menjadi pertimbangan untuk masuk ke perguruan tinggi dan juga melamar pekerjaan.
Baca juga: USBN SD, Menteri Pendidikan: Ujian Itu Penting, tapi Utamakan Kejujuran
Sejumlah peserta UN turut menumpahkan kekesalannya akan soal matematika yang sulit ke akun media sosial yakni Instagram Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yakni @muhadjir_effendy.
Peserta UN mengeluhkan soal UNBK yang tidak sesuai dengan pada saat uji coba dan kisi-kisi.
Akun @_putrilee mengeluhkan soal UN Matematika yang menurutnya susah.
"Parah, soal UN Matematika-nya susah banget, percuma belajar siang malam pagi sore nggak ada yang keluar".
Akun lainnya, @anon2585 meminta Mendikbud mengerjakan soal matematika agar tahu susahnya soal UNBK Matematika pada tahun ini.
"Coba Pak, sekali kali kerjain UN Matematika yang sekarang, biar bapak tau betapa susahnya kita mengerjakan soal soal yang bapak kasih," keluh akun @anon2585.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim, mengatakan soal ujian nasional seharusnya tak jauh berbeda dengan uji coba maupun kisi-kisi yang telah disampaikan.
Satriwan menjelaskan siswa banyak mengeluhkan soal UNBK matematika untuk tingkat SMA yang tidak sesuai dengan kisi-kisi dan soal uji coba.
Soal yang keluar juga tidak sesuai dengan cakupan materi di simulasi UN dan uji coba UN. Kemudian tidak sesuai kaidah penyusunan soal yang baik (pilihan jawaban diurutkan dari kecil ke besar atau sebaliknya). "Soal trigonometri banyak keluar enam soal padahal di kisi-kisi hanya dua soal," jelas Satriwan.
Kemudian, soal isian singkat banyak soal yang tidak sama, ada yang empat, lima, dan tiga untuk setiap peserta ujian.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Muhamad Abduh mengatakan soal yang dikeluhkan tersebut sudah sesuai kisi-kisi yang diberikan.
"Dari perspektif kami, soal-soal yang diujikan sudah sesuai dengan kisi-kisi yang ditetapkan," ujar Abduh.
Mulai tahun ini, menurut Abduh, Kemdikbud mulai memberlakukan soal yang membutuhkan daya nalar tingkat tinggi atau "high order thinking skills" atau HOTS pada UN 2018. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dari UN tersebut dengan memasukkan soal HOTS tersebut.
Soal seperti itu, kata Abduh, nantinya akan menjadi standar pelaksanaan UN hingga 2025. Sehingga mendeteksi kemampuan siswa.
"Untuk tahun ini, baru 10 persen dari jumlah soal untuk yang memerlukan daya nalar tinggi".
Menanggapi banyaknya protes dari siswa peserta UN, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta maaf kepada pihak-pihak yang mengalami kesulitan atas kesulitan yang didapat peserta UN.
"Saya meminta maaf kalau ada beberapa kalangan yang merasa mengalami kesulitan yang tidak bisa ditoleransi. Dengan ini, saya janji bahwa akan kami benahi. Tetapi mohon maklum bahwa UN harus semakin sulit untuk mengurangi ketertinggalan kita," kata Muhadjir.
Baca juga: Depok Klaim Kota Pertama UNBK 100 Persen di Jawa Barat
Muhadjir menjelaskan kualitas pendidikan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia dan Asia Tenggara. Oleh karena itu, Kemdikbud berusaha untuk memperbarui sistem pendidikan, termasuk di antaranya adalah meningkatkan standar kualitas ujian nasional.
"Karena sesuai hasil Programme for International Student Assessment PISA), kita sangat rendah. Ketika PISA rendah, kami (Kemdikbud) disalahkan, tapi ketika kami menaikkan standar membuat siswa sulit, kami juga salah. Tapi saya rasa kita terus mendorong anak-anak kita semakin berkualitas dengan meningkatkan standar ujian nasional kita," jelas Muhadjir.
PISA diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). PISA merupakan program untuk mengukur pencapaian pendidikan di seluruh dunia.
Survei yang dilakukan tiga tahun sekali itu mengukur kemampuan anak berusia 15 tahun dalam membaca, matematika dan sains.
Indonesia pertama kali ikut dalam PISA pada 2000 dengan anggota saat itu 41 negara. Indonesia saat itu menempati peringkat 39 dengan kemampuan membaca dengan skor 371, peringkat 39 untuk kemampuan matematika dengan skor 367 dan peringkat 38 untuk sains dengan skor 393. Sementara rata-rata internasional yakni 500.
Urutan PISA Indonesia pada survei terakhir mengalami kenaikan pada skor dari survei sebelumnya, namun untuk peringkat belum mengalami kemajuan. Indonesia berada pada urutan 66 dari 72 negara untuk kemampuan literasi dengan skor 397. Urutan 65 dari 72 negara untuk kemampuan matematika dengan skor 386 dan urutan 64 untuk sains dengan skor 403.