TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Idrus Marham menghadiri sidang pembacaan pleidoi Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Memakai kemeja putih, celana panjang hitam Idrus duduk di bangku deretan kursi baris kedua, ruang sidang Koesoemah Atmadja I.
Idrus duduk di belakang istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Selama persidangan berlangsung, Idrus tampak serius memperhatikan mantan Ketua DPR itu membaca nota pembelaan. Sesekali dia juga menundukan kepalanya ke bawah. Begitu Setya selesai membacakan pleidoinya, Menteri Sosial itu langsung meninggalkan ruang sidang.
Baca: Baca Pleidoi, Setya Novanto Cerita Jualan Beras dan Jadi Sopir
Idrus sempat menanggapi soal pleidoi Setya. "Ya udah silakan majelis hakim saja, dia punya hak untuk menyampaikan, dan majelis hakim punya kewenangan untuk memutusakan," kata dia di Pengadilan Tipikor, Jumat, 13 April 2018.
"Pak Setya sudah menyampaikan pleidoinya. Tinggal majelis hakim mengambil keputusan dan permintaanya tadi supaya majelis hakim mengambil keputusan seadil-adilnya," kata dia.
Menteri Sosial Idrus Marham tampak hadir dalam sidang pledoi kasus e- KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 13 April 2018. TEMPO/Maria Fransisca Lahur.
Ini adalah kali kedua Idrus menghadiri sidangkoleganya di partai Golkar itu. Dia juga hadir saat Setya menjalani sidang tuntutan pada Kamis, 29 Maret 2018. Ketika itu, Idrus mengaku hadir untuk memberikan dukungan moral. "Saya diajari sejak kecil dan juga di dalam agama, kalau ada saudara-saudara kita lagi kena masalah, ya kita harus datangi," ujar Idrus.
Baca: Pleidoi Setya Novanto Ditulis dalam Buku Kuning
Setya merupakan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Dalam sidang tuntutan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Setya Novanto terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP.
Jaksa menyatakan Setya secara langsung maupun tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Jaksa menyatakan Setya telah memperkaya diri sendiri senilai 7,4 juta dolar AS melalui proyek tersebut. Setya juga dianggap terbukti menerima jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135 ribu dolar AS.
Jaksa meminta majelis hakim menghukum Setya Novanto 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.
Selain itu, jaksa menuntut Setya membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima sebesar 7,4 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar, seperti yang sudah dikembalikannya. Setya harus membayar uang itu kepada KPK paling lambat satu bulan setelah putusan inkrah.
Jaksa juga meminta hakim mencabut hak politik Setya selama lima tahun setelah menjalani masa hukuman.
Jaksa menyatakan Setya Novanto telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
CAESAR AKBAR