TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan deklarasi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden (cawapres) menjadi riak bagi kubu koalisi pengusung Joko Widodo pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019. "Riak kecil itu hanya dari PKB yang mengumumkan menjadi cawapres Jokowi. Itu saja gelombangnya," kata Asrul di gedung DPR, Jakarta, Kamis, 12 April 2018.
Keputusan menentukan cawapres sepenuhnya ada di tangan Jokowi. Semua partai pengusung akan mengikuti keputusan Jokowi, yang akan menentukan pendampingnya.
Baca:
Muhaimin Iskandar Minta Jadi Cawapres Jokowi, Hasto: Biasa Saja
Selendang Putih Mundur Jika Gatot Nurmantyo Cawapres Jokowi ...
Asrul menegaskan deklarasi Cak Imin, sapaan Muhaimin, tidak akan mempengaruhi komitmen partai koalisi. Sebab, lima partai di luar PKB yang ada di DPR, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PPP, sudah berkomitmen mendukung keputusan yang diambil Jokowi untuk menentukan pilihan pendampingnya.
"Kami boleh usul nama-nama, tapi secara prinsip siapa pun yang dipilih Jokowi akan didukung.” Menurut Arsul, menjadi cawapres Jokowi tergantung garis tangan. “Yang pasti, partai koalisi bersepakat menentukan cawapres setelah Pilkada 2018."
PPP melihat sikap politik PKB yang telah mendeklarasikan Cak Imin sebagai cawapres sebagai strategi mereka. Namun, bisa juga dianggap PKB ingin bermain dua kaki pada Pilpres 2019. "Boleh dibilang PKB kakinya yang satu penuh di Jokowi, yang satu setengah ke Jokowi dan setengah melirik ke luar juga," ucapnya.
Baca: Kata Gibran, AHY Cocok Jadi Cawapres Jokowi
Di sisi lain, situasi politik yang sedang berkembang saat ini, adalah deklarasi Partai Gerindra yang mengusung ketua umumnya Prabowo Subianto untuk melawan Jokowi. Dengan deklarasi itu, dapat dipastikan tahun depan Jokowi tidak akan menjadi calon tunggal pada Pilpres 2019. "Jadi tidak ada kotak kosong," ujarnya.
Dengan adanya lawan Jokowi pada pemilu tahun depan, diharapkan bisa membuat kesepakatan politik agar pemilu berjalan dengan baik. Selain itu, para elit politik baik di kubu Jokowi maupun Prabowo mau membuat situasi politik agar tetap dingin. "Harus ada kesepakatan politik, untuk mendinginkan politik identitas yang potensinya besar terjadi sebagaimana pilpres 2014."
Menurut dia, jika tahun depan terjadi duel ulang antara Jokowi dan Prabowo, partai koalisi juga tidak akan menganggap enteng pertarungan politik itu. Alasannya, banyak faktor dan elemen yang menentukan orang menjadi capres.