TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton sekaligus Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X terkesan cengan cara ayahnya, HB IX mendidiknya saat masih muda. Sultan menuturkan semasa hidup HB IX bukanlah sosok yang suka membeda-bedakan perlakuan kepada orang. Termasuk kepada putra-putrinya.
"Namun saya tidak tahu, apa alasannya, begitu saya mahasiswa dari tahun 1967-1978, beliau (HB IX) meminta saya berada di Jakarta untuk membantu beliau," ujar Sultan kepada ratusan pramuka dalam peringatan Hari Bapak Pramuka Indonesia atau HB IX Day di Pagelaran Keraton Yogyakarta Rabu malam, 11 April 2018. Akibat permintaan HB IX itu, masa mahasiswa HB X lebih banyak dijalani di Jakarta daripada di Yogya tempatnya menempuh kuliah di Universitas Gadjah Mada.
Baca: Lampu Keraton Dipadamkan, Pramuka Peringati Kelahiran HB IX
HB X pulang ke Yogya ketika ada ujian. "(Pemikiran HB X saat itu tetap ikut ujian) lulus tidak lulus pokoknya belajar, gitu aja," ujar HB X.
Selama berada di Jakarta, hubungan Sultan dengan HB IX lebih formal seperti hubungan kerja. Komunikasi lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa seperti ketika mereka berada di dalam keraton.
Baca: Abdi Rakyat, Sultan HB IX Dinilai The Real King
Menghabiskan waktu membantu ayahnya di Jakarta, HB X sudah sibuk. Namun HB IX kerap memintanya menangani sejumlah perusahaan bermasalah. HB X merasa tak pernah mendapat posisi bagus atau kursi enak seperti menangani perusahaan yang sudah berjalan baik dan lancar. “Saya tidak pernah dimasukkan ke perusahaan yang bagus-bagus milik beliau.”
"Pikiran saya saat itu HB IX sedang mendidik saya untuk (menangani) sesuatu yang sebenarnya nggak mungkin." Jika persoalan yang ditangani HB X di perusahaan itu selesai dengan baik, ia akan dipindah lagi ke perusahaan bermasalah yang lain.
Simak: Untuk Republik, Sultan HB IX Sumbang 6,5 Juta ...
Sultan mencontohkan saat ia diminta HB IX menangani Pabrik Gula Madukismo Yogya. Melihat kinerja Madukismo yang buruk dan terlalu lama merugi, HB X langsung meminta izin ayahnya mengganti seluruh direksi di pabrik itu. Alasan Sultan kala itu karena ia akan kesulitan membenahi jika direksi lama masih tetap dipertahankan. Usulan itu direspon HB IX dengan memberi jawaban mengambang, antara setuju dan tak setuju.
Untuk menghormati ayahnya, HB X kala itu menulis surat pengunduran diri untuk tidak menangani pabrik gula tersebut. HB IX terkejut lalu mengirim utusan dari Jakarta untuk menanyakan alasan HB X mundur. Karena mediasi itu tak berhasil, HB IX akhirnya yang datang dan berbicara langsung dengan HB X untuk mengetahui alasannya meminta penggantian direksi. "Usulan saya (mengganti direksi) akhirnya diterima beliau," ujar Sultan.