TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Kutai Kartanegara Basri Hasan mengatakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Kartanegara Junaidi berperan dalam mengatur proyek yang berada di bawah naungan dinasnya. Pernyataan itu disampaikan saat menjadi saksi persidangan terdakwa gratifikasi Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari.
"Jadi Junaidi mengurus proyek, baik yang penunjukan langsung maupun yang lelang," ujar Basri dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 11 April 2018.
Basri mengisahkan, hubungan dia dan Junaidi dimulai saat ia ditunjuk menjadi Kepala Dinas Cipta Karya pada tahun 2012. Sebelum pelantikan, Basri mengaku bertemu dengan Rita dan seorang pria bernama Khairudin di Pendopo Bupati Kutai Kartanegara. Belakangan, Khairudin yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama diketahui sebagai anggota tim sebelas alias tim pemenangan Rita dalam Pilkada.
Simak: Sidang Rita Widyasari, Saksi Sebut Kutipan 10 Persen Tiap Proyek
Dalam pertemuan enam mata itu, Rita sempat menyampaikan pesan kepada Basri untuk membantunya. "Saat itu Ibu bilang, 'Pak Basri tolong bantu saya di Dinas Cipta Karya, tolong pimpin Dinas Cipta Karya'," ujar dia. Basri pun menyatakan siap kepada Rita.
Setelah itu, Rita lantas bergegas menuju ruangan pelantikan dan meninggalkan Basri berdua saja dengan Khairudin. Saat itu, kata dia, Khairudin juga menyampaikan hal yang hampir sama dengan Rita. "Pak Khairudin bilang, 'Pak Basri, tolong bantu kami'," tutur Basri. Ia menyadari bahwa maksud dari Khairudin adalah membantu ihwal proyekan.
Dari percakapan itu, Khairudin disebut mengarahkan Basri untuk berkoordinasi dengan Junaidi. Basri lupa apakah saat itu Khairudin telah menyebutkan persentase komisi proyek atau belum. Namun, seingat dia, seluruh persentase itu ditentukan oleh Junaidi.
Selepas pelantikan, kata Basri, dirinya tak langsung berkoordinasi dengan Junaidi. Ketika itu, ada anggota tim 11 lainnya, Andi Sabrin yang mengelola kegiatan proyek di dinasnya. Pada era Andi, belum ada persentase yang jelas soal setoran proyek tersebut.
Pada awal 2013, barulah ia bertemu dengan Junaidi. "Beliau bilang, 'semua kegiatan di Cipta Karya, saya yang mengelola'," ujar Basri. Meski ia tidak mengetahui kewenangan Junaidi, dia tak banyak tanya.
Sehabis pertemuan awal itu, Basri menunjuk anak buahnya, Fachrurozi yang menjabat Kepala Seksi Pembangunan Gedung, untuk berkoordinasi dengan Junaidi. Dari pertemuan itu lah ia diminta untuk mengambil duit komisi proyek sebesar 11 persen, dengan alokasi 4 persen untuk dinas, 6 persen untuk Bupati Rita, sementara 1 persen sisanya tak diketahui. Proyek yang dikenakan komisi hanya proyek-proyek yang dilelang.
Basri mengaku tidak pernah terlibat dalam penyaluran duit itu. Fulus untuk dinasnya, ujar dia, masuk melalui anak buahnya, sementara 7 persen lainnya masuk langsung ke Junaidi. DIa menuturkan tidak pernah mengkonfirmasi maupun melaporkan setoran-setoran itu kepada Rita.
"Yang 6 persen pun saya tidak tahu apakah sampai ke Bupati atau tidak," ujar pria yang kini telah memasuki masa pensiun itu.
Rita Widyasari didakwa menerima uang gratifikasi senilai Rp 286 miliar sebagai imbalan dari kontraktor 867 proyek. Total gratifikasi yang diterima Rita sebesar Rp 469 miliar dari proyek-proyek itu selama menjabat bupati.
Rita juga didakwa menerima suap dari izin lokasi untuk keperluan proyek inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, kepada PT Sawit Golden Prima.