TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tak mau tinggal diam setelah menemukan adanya sejumlah kejanggalan dalam pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Mereka lantas membentuk Tim Pemantau Kasus Novel.
Ketua Tim Pemantau Kasus Novel dari Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, mengatakan timnya yang baru dibentuk pada awal Februari lalu masih mengumpulkan fakta dari keterangan sejumlah saksi. Menurut Sandra, temuan timnya tidak bermakna jika tidak disampaikan dalam satu rangkaian. "Analisis belum kami lakukan, jadi kami baru kumpulkan sebanyak mungkin fakta," ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa, 3 April 2018.
Simak: Ini Teror Bertubi-tubi yang Diterima Novel Baswedan
Sandra juga mengatakan kejanggalan itu bisa dilihat dari lambannya pengungkapan kasus Novel. Setahun setelah penyiraman air keras ke wajah Novel, belum ada tanda-tanda kepolisian bakal meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Padahal, kata dia, kepolisian memiliki teknologi canggih untuk mengungkap kasus ini. "Jadi, apa kendalanya?," kata Sandra.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) bersama Ketua Tim Pemantau Kasus Novel Baswedan, Sandrayati Moniaga (kedua kiri), anggota tim Mohammad Choirul Anam (kedua kanan), Bivitri Susanti (kiri) dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah saling bergandengan tangan seusai memberikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, 16 Maret 2018. ANTARA
Wajah Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal seusai salat subuh di masjid di dekat rumahnya pada 11 April 2017. Akibat kejadian itu mata Novel mengalami kerusakan dan harus menjalani pengobatan selama lebih dari 10 bulan di Singapura.
Sandra pun menilai proses hukum yang berlarut adalah ketidakadilan bagi Novel. Ia membandingkan dengan sejumlah kasus yang dengan cepat ditangani oleh kepolisian. "Selama pelaku tidak diproses atau tersangka tidak diproses, ada rasa tidak aman. Atas dasar itulah kami melihat ada indikasi pelanggaran HAM," ujarnya.
Simak: Puluhan Aktivis HAM Gelar Aksi Damai 1 Tahun Penyerangan Novel
Tim bentukan Komnas HAM ini telah memeriksa Novel Baswedan pada Februari lalu. Mereka juga memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Selain itu, mereka juga berkoordinasi dengan pimpinan KPK dan kepolisian. "Di tahap awal, kami sepakat perlu memahami konteks kejadian dan juga kami perlu memahami proses penyelidikan yang berjalan," katanya.
Ia menduga penyerangan terhadap Novel itu berkaitan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. "Bisa ya, bisa tidak. Itu persoalan yang membutuhkan penyelidikan dan penyidikan. Jika Novel bukan penyidik KPK, apakah Novel akan mengalami kejadian ini?," dia menambahkan.
Meski terus bergerak mengumpulkan fakta-fakta kasus Novel, Sandra menyadari tim yang dipimpinnya itu tidak memiliki taji yang kuat. Karena itu, sejak awal, dia menegaskan bahwa timnya hanya mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat. Tetapi ia optimistis kepolisian akan menjalankan rekomendasi tim bentukan Komnas HAM yang akan berakhir masa kerjanya pada Mei nanti. "Banyak rekomendasi Komnas yang dijalankan banyak pihak, maka dalam hal ini kami menghargai upaya polisi," katanya.
Aktivis HAM melakukan aksi damai setahun penyerangan Novel Baswedan di depan Istana Merdeka, Jakarta, 11 April 2018. Karena penyerangan tersebut, Novel harus mendapatkan perawatan dan pengobatan guna memulihkan penglihatannya. TEMPO/Subekti.
Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan penanganan perkara Novel tak semudah yang dibayangkan. Ia menuturkan kepolisian mengalami kesulitan dalam melakukan olah tempat kejadian perkara.
"Ada sekitar 68 CCTV kami cek, tapi yang bisa dibaca hanya dua karena resolusinya kurang bagus dan kadang ada yang tidak merekam," kata Argo saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat, 6 April 2018.
Selain itu, Argo menambahkan, polisi juga telah memeriksa 91 toko bahan kimian untuk menyelediki kasus Novel. "Kami belum mendapatkan ada pembelian yang tidak wajar," katanya.
Terkait rencana tim pemantau kasus Novel dari Komnas HAM yang ingin berkoordinasi dengan kepolisian, menurut Argo, hal itu belum dilakukan. Tetapi, ia mengatakan, kepolisian terbuka untuk tukar-menukar informasi dengan Komnas HAM jika diperlukan. "Penyidik kan selama ini tetap membuka peluang, semua informasi kami tampung," katanya.
Novel Baswedan mengapresiasi langkah Komnas HAM. Ia pun menyerahkan sejumlah bukti terkait teror yang dialaminya kepada mereka. "Ini ujian buat Komnas HAM, siapa tahu mereka betul-betul mempunyai amanah dan tanggung jawab untuk melakukan itu," kata Novel saat ditemui Tempo di rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat, 6 April 2018.
CAESAR AKBAR