TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara, Rudy Suriyadinata, mengungkapkan setiap proyek di bidangnya dipotong duit komisi 11,5 persen dari nilai total proyek setelah pajak. Hal tersebut ia sampaikan saat bersaksi dalam sidang Bupati Kutai Kertanegara nonaktif, Rita Widyasari.
"Total 11,5 persen. Untuk dinas 5 persen," ujar Rudy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 11 Maret 2018. Dari besar total komisi itu, Rudy mengaku diminta mengumpulkan duit komisi dari rekanan kontraktor 6,5 persen.
Duit itu, kata Rudy, selanjutnya diminta diserahkan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kertanegara, Junaidi, untuk selanjutnya diberikan kepada Rita 6 persen dan Tim 11 sebesar 0,5 persen. Tim 11 dikenal Rudy sebagai tim pemenangan Rita sebagai Bupati Kutai Kartanegara, yang antara lain beranggotakan Khaerudin, Andi Sabrin, Syarkawi, Erwin, dan Aprianto.
Baca: Bosan Menulis Puisi, Rita Widyasari Kini Rajin Melukis di Penjara
Sedangkan komisi 5 persen untuk dinas diserahkan langsung kontraktor ke sejumlah pejabat di dinasnya. Rinciannya, kata Rudy, untuk Pejabat Pengguna Komitmen (PPK) 2 persen, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) 2 persen, Kepala Dinas PU 1 persen. "Jadi yang 5 persen bukan saya yang terima, itu diberikan langsung kepada PPK, KPA, dan Kepala Dinas. Panitia saya tidak tahu," ucapnya.
Rita didakwa menerima uang gratifikasi senilai Rp 286 miliar sebagai imbalan dari kontraktor atas 867 proyek di Kutai Kertanegara. Total gratifikasi yang diterima Rita Rp 469 miliar dari proyek-proyek itu selama menjabat bupati. Rita juga didakwa menerima suap dari izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, kepada PT Sawit Golden Prima.
Baca: Rita Widyasari Bantah Suruh Tim 11 Bakar Catatan Gratifikasi
Rudy mengaku tak mendapat fulus sepeser pun dari kegiatan pengumpulan komisi itu. Dia menuturkan hanya dimintai mengumpulkan komisi itu oleh Junaidi, yang dikenalnya sebagai Ketua Komisi 2 DPRD dan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). "Pada 2013, saya dipanggil Junaidi bersama Rusdiansyah di KNPI. Saya disuruh membantu mengumpulkan dana dari fee proyek Bina Marga," tuturnya. Rudy menjabat Kepala Bidang Bina Marga pada 2013-2015.
Saat itu, Rudy sempat melayangkan protes terkait dengan jumlah komisi yang dinilai terlalu tinggi. Dia khawatir besaran komisi itu bisa mengganggu pendanaan kegiatan proyeknya. Namun pada akhirnya Rudy tetap menerima tugas itu dan besaran tak berubah. "Besar persenan itu adalah hasil dari Tim 11," katanya, yang mendapat informasi dari Junaidi.
Sepanjang persidangan, Rudy selalu mengaku tidak pernah mengetahui berapa banyak duit yang diserahkan dari kontraktor kepadanya, sebelum akhirnya diteruskan kepada Junaidi. Dia menuturkan selalu menyalurkan fulus itu tanpa menghitungnya lebih dulu.
Baca: Eks Bawahan Rita Widyasari Dimutasi setelah Menolak Proyek Tim 11
Pengakuan Rudy itu tak lantas membuat ketua majelis hakim, Sugianto, percaya. Menurut dia, tidak logis bila Rudy menyerahkan bungkusan duit itu ke Junaidi tanpa lebih dulu menghitungnya. "Pasti hitung dulu dari 6,5 persen itu berapa dari proyek? Ini sudah terbuka ini, jangan ditutupi," ujar Sugianto dengan nada meninggi.
Akhirnya Rudy mengakui dia memang menghitung besaran duit komisi itu. "Iya, tahu, Yang Mulia," ucapnya. Namun, lantaran kejadian itu sudah lama terjadi, dia sudah lupa besaran duit haram tersebut. Seingatnya, fulus komisi itu bisa mencapai ratusan juta.
Baca: Penerima Jatah Gratifikasi Proyek PU Selain Rita Widyasari