TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan melampaui kewenangan saat memutuskan praperadilan kasus Bank Century. Khususnya soal permintaan penetapan tersangka baru.
Menurut Abdul, kompetensi praperadilan terbatas soal keabsahan upaya paksa yang dilakukan penyidik. Pengadilan juga hanya berwenang menyatakan penghentian penyidikan itu tidak sah dan memutus ganti rugi serta rehabilitasi. Selain itu, menyatakan penetapan tersangka tidak sah. “Selain kewenangan itu, praperadilan tidak berwenang memutuskan, termasuk memerintahkan, menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Abdul melalui pesan elektronik, Rabu, 11 April 2018.
Baca: PN Jaksel Meminta KPK Menetapkan Tersangka Baru Kasus Century
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan tersangka baru dalam kasus dana talangan Bank Century setelah mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Hakim tunggal Efendi Muhtar dalam amar putusannya menyebutkan menolak eksepsi termohon (KPK) untuk seluruhnya. "Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian," kata koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman, mengutip putusan hakim tunggal perkara itu, pada Senin, 9 April 2018.
Putusan hakim itu juga memerintahkan termohon melakukan proses hukum selanjutnya atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D. Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan.
Hakim memutuskan kasus ini dilanjutkan dengan pendakwaan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat atau melimpahkannya kepada kepolisian atau kejaksaan untuk penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Baca: KPK Tindaklanjuti Putusan PN Jakarta Selatan Soal Kasus Century
Menurut Abdul, KPK bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan itu. Dia menilai putusan yang melebihi kewenangan sifatnya tidak mengikat dan tidak wajib diikuti. Sedangkan putusan pengadilan lainnya, yaitu penghentian perkara tidak sah dan memerintahkan pembukaan perkara kembali, wajib dilaksanakan KPK.
Meski KPK lembaga independen, tetap harus tunduk pada putusan pengadilan. “Sepanjang peradilan yang mengeluarkan putusan itu berwenang memutusnya."