TEMPO.CO, Jakarta - Raut senyum di wajah Novel Baswedan tampak ketika dua putrinya, Nazela Rania Verina dan Balqis Zahira Verina, tiba di rumahnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Senyum itu bukan tanpa alasan. Pertemuan mereka adalah yang pertama setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu menjalani operasi mata tahap dua di Singapura.
Karena menempuh pendidikan di sebuah pesantren di kawasan Bogor, Jawa Barat, Nazela dan Balqis menghabiskan akhir pekan di rumah bersama keluarga. "Apa kabar?" kata Novel bertanya kepada dua anak perempuan yang datang dan langsung mencium tangannya.
Baca: Berkali-kali Operasi, Novel Baswedan Sudah Mulai Bisa Melihat
Dua putrinya itu memang tidak pernah diajak selama Novel menjalani pengobatan mata di Rumah Sakit National Eye Centre, Singapura. Termasuk dua anak perempuan lain, Maqila Ashadya Verina dan Zara Khadeeja Verina. "Anak-anak tidak ada yang ikut, yang ikut yang kecil, karena menyusui," kata Novel saat ditemui Tempo di rumahnya, pada Jumat pekan lalu.
Anak bungsu Novel, Umar Novel Baswedan masih berusia empat bulan saat ayahnya diserang dan mulai menjalani perawatan mata di Singapura. Karena itu, hanya Umar yang dibawa ke Singapura untuk menemani Rina Emilda, istri Novel, selama menjalani perawatan.
Istri Novel Baswedan, Rina Emilda. TEMPO/Nurdiansah
Genap setahun lalu, yaitu pada 11 April 2017, dua orang tak dikenal menyerang Novel yang sedang berjalan pulang dari masjid setelah salat subuh. Wajahnya disiram air keras. Kedua mata Novel mengalami kerusakan sehingga harus dirawat berbulan-bulan di Singapura. Pulang perawatan pada 22 Februari 2018, mata kirinya diimplan total dan mata kanannya harus memakai hard lens untuk membantu penglihatannya.
Penyerangan itu juga membuatnya hampir sepuluh bulan tak berkomunikasi langsung dengan keempat anak perempuannya. Namun, Novel punya cara untuk mengatasi rasa rindu dengan empat putrinya itu. "Saya sering video call, pagi-pagi, anak-anak dikontak," kata Novel. Obrolan mengenai ibadah salat, kegiatan keseharian, sampai kedisiplinan anak-anaknya, menjadi topik pembicaraan dengan anak-anak selama berobat di Singapura.
Baca: 1 Tahun Kasus Novel Baswedan, Terhenti di Sketsa
Novel bercerita pernah mendapati pertanyaan dari anak-anaknya soal mengapa dia tak kunjung pulang. Segala jawaban dari sisi sosial sampai agama ia berikan untuk memenuhi rasa penasaran anaknya melalui komunikasi yang dilakukan hampir setiap hari. "Saya sampaikan hal yang seperti itu, sampai mereka bisa paham," kata dia.
Belakangan, kata Novel, keempat anak perempuannya pun menyadari risiko pekerjaan yang dilakoni ayahnya. "Yang penting mereka menyadari bahwa segala seusatu itu ada takdirnya. Takdir yang ditetapkan Allah itu baik," kata dia.
Penyidik KPK Novel Baswedan bercerita tentang rencana operasi besar matanya usai menjalani solat Dzuhur berjamaah di salah satu masjid Singapura, 15 Agustus 2017. TEMPO/Fransisco Rosarians
Meski begitu, Novel tak bisa menutupi saat-saat kerinduannya dengan anak-anak selama berobat. "Pastilah rindu. Namanya bapak ke anak, tentu anak-anak juga begitu," kata dia. Kerinduan itu akhirnya harus dikesampingkan sementara waktu selama hampir sepuluh bulan untuk pengobatan mata yang tidak bisa ditunda.
Kini, Novel bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. Ia pun berharap kondisi matanya makin baik. Novel sudah berencana untuk kembali bertugas di KPK. "Saya berharap dua minggu saya kontrol, setelah itu agak jelas, saya pesan kacamata untuk mata kiri, saya bisa baca, saya masuk kantor," ujarnya.