TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memblokir layanan Facebook di Indonesia. "Blokir saja seperti Telegram dan Tumblr," kata anggota Komisi I DPR Sukamta di Jakarta, Sabtu 7 April 2018.
Desakan ini menyusul kabar adanya kebocoran data 1,3 juta pengguna Facebook asal Indonesia dalam skandal yang melibatkan lembaga konsultasn politik Cambridge Analytica. Di seluruh dunia, diperkirakan tak kurang dari 87 juta data pengguna Facebook juga bocor.
Baca juga: Data Bocor, Permintaan Penyelidikan Facebook oleh Polisi Menguat
Menurut Sukamta, kebocoron data ini sudah jelas suatu pelanggaran oleh Facebook yang membocorkan data pengguna kepada pihak ketiga. Dia menilai ini bukan hal yang sepele. "Ini berpotensi menjadi ancaman nasional," katanya.
Sukamta menilai Kemkominfo tidak tegas dengan hanya memberikan teguran lisan terhadap Facebook. dia meminta Kemkominfo memblokir Facebook seperti Telegram dan Tumblr. "Biar mereka jera dan mecegah pelanggaran lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) Abdul Kharis Almasyhari juga meminta penutupan Facebook Indonesia karena kabar kebocoran data tersebut.
"Makanya kita tanya dulu, Anda(Facebook) bayar pajak atau tidak, segala macam. Nanti, sudah bikin bocor data, tidak bayar pajak lagi, hukumlah, kalau perlu ditutup," kata Abdul Kharis saat dihubungi, Selasa, 6 April 2018.
Menurut Abdul Kharis, Komisi I akan memanggil Facebook terkait data bocor dan pembayaran pajak. Pertemuan Komisi I dengan Facebook akan digelar pada Rabu, 11 April pukul 14.00.
"Mereka kan dapat iklan dari masyarakat Indonesia, segala macam, tapi saya tidak tahu pajaknya gimana," ujat Abdul Kharis.
Adapun Staf ahli bidang Hukum Kemkominfo Henri Subiakto mengatakan akan mendalami terlebih dahulu pelanggaran Facebook sebelum memblokir sosial media tersebut. Lantaran ada prosedurnya untuk memblokir atau tidak.
Henri mengatakan, jika ada unsur politik dari kebocoran data ini maka wajib untuk memblokir Facebook. "Jika ada temuan data yang digunakan untuk kepentingan politik, itu wajib diblokir," katanya.
Baca juga: Rudiantara Minta Facebook Tutup Aplikasi Pihak Ketiga
Asal kebocoran masif data Facebook ini diungkap oleh Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, pada koran Inggris, The Guardian, Maret 2018 lalu. Menggunakan aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR) milik peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Data itulah yang secara ilegal dijual kepada Cambridge Analytica dan kemudian digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Konsultan politik ini bahkan menyebarkan isu, kabar palsu dan hoaks untuk mempengaruhi pilihan politik warga.
Dalam kasus kebocoran data Facebook itu, induk perusahaan Cambridge Analytica yakni Strategic Communication Laboratories Group (SCL) sudah malang-melintang mempengaruhi Pemilu di 40 negara, termasuk Indonesia.
.