TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia memutuskan Dokter Terawan Agus Putranto diberikan sanksi pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan.
Sekretaris MKEK PB IDI, Pukovisa Prawiroharjo mengatakan keputusan tersebut diambil setelah MKEK memproses laporan soal Dokter Terawan sejak beberapa tahun lalu. "Tapi sudah tahunan-lah untuk keseluruhan proses," kata dia saat dihubungi pada Rabu, 4 April 2018.
Menurut surat yang beredar tertanggal 23 Maret 2018 tersebut, MKEK menetapkan Dokter Terawan melakukan pelanggaran etik serius dari kode etik kedokteran. Surat tersebut hanya ditandatangani oleh Ketua MKEK PB IDI, Prijo Sidipratomo. Dalam surat itu, tidak tercantum tanda tangan Ketua Umum PB IDI Muh Adib Khumaidi.
Baca: Penelitian Dokter Terawan Sampai Menemukan Metode Cuci Otak
Pukovisa enggan menyampaikan apa pelanggaran etik serius yang dimaksud majelis etik. Ia mengatakan bahwa hal tersebut masuk dalam materi mahkamah yang tidak bisa dibagi kepada publik.
Namun ia memastikan bahwa keputusan tersebut dibuat secara otonom. "Pertimbangan keputusannya murni dari sisi etika perilaku profesi kedokteran berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia," kata dia.
Dokter Terawan merupakan Kepala Rumah Sakit Kepresidenan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Dokter radiologi ini dikenal berkat terapi 'cuci otak' yang dipakai untuk pengobatan stroke. Sejumlah kalangan elite dan politikus telah mencoba terapi ini dan mengaku bisa sembuh. Namun di sisi lain, terapi ala Terawan ini menuai kontroversi di kalangan dokter syaraf. Para dokter syaraf menilai metode cuci otak itu bukan terapi, apalagi tindakan pencegahan. Metode itu hanyalah prosedur diagnosis saja. Perkara itu yang diduga menjadi penyebab pemecatan sementara Dokter Terawan.
Baca: Memahami Metode Cuci Ota Dr.Terawan, kenapa Kontroversial?
Pemecatan Dokter Terawan pun menuai reaksi publik. Muncul tagar #savedokterTerawan untuk membela dokter di kesatuan TNI tersebut. Sejumlah pasien Dokter Terawan memberikan testimoni soal keberhasilan terapi tersebut.
Menurut Pukovisa, MKEK siap mempertanggungjawabkan proses ini sebaik-baiknya. "Sama sekali tidak berdasarkan semua yang sekarang dituduhkan masyarakat dan sesama sejawat: iri dengki, hasad, sirik, intrik politik, semuanya insyaa Allah tidak ada. Tidak ada interest dari kami selain keadilan itu sendiri," kata dia.
Pukovisa mengatakan hakim-hakim atau majelis pemeriksa juga sengaja dipilih yang tak bersinggungan kepentingan dengan Dokter Terawan. Bahkan MKEK tidak memilih hakim yang berprofesi sebagai radiolog, neurolog, dan spesialis bedah syaraf yang mungkin dapat diduga punya kepentingan terhadap kasus ini.
"Hakim-hakim ini diberi posisi yang khusus, mutlak independen, tidak dapat diintervensi oleh siapapun, termasuk oleh Ketua MKEK PB IDI sekalipun," ujar Pukovisa.
Tempo sudah mencoba menghubungi pihak PB IDI, namun belum ada yang bersedia memberikan keterangan terkait pemecatan sementara Dokter Terawan.