TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos meminta polisi obyektif dalam memproses laporan dugaan penistaan agama yang menyeret putri Presiden RI pertama Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri. Bonar mengatakan kepolisian harus mengenyampingkan dimensi politik yang dinilainya kental dalam pelaporan itu.
"Kami berharap polisi berpikir obyektif menggunakan parameter-parameter yang rasional," ucap Bonar kepada Tempo, Selasa, 3 April 2018.
Sebelumnya, pengacara Denny Andrian Kusdayat melaporkan Sukmawati ke Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan penistaan agama. Denny beranggapan, puisi berjudul Ibu Indonesia yang dibacakan Sukmawati pada acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya dalam gelaran Indonesia Fashion Week 2018 itu menyinggung agama Islam. Sukmawati dianggap tak patut membandingkan suara azan dengan kidung dan konde dengan cadar dalam puisinya itu.
Baca: Tanggapan Puan Maharani Soal Puisi Sukmawati Soekarnoputri
Bonar menilai puisi Sukmawati yang dipersoalkan tersebut merupakan ekspresi seni. Menurut dia, puisi itu tak berintensi memojokkan golongan tertentu, apalagi memuat ujaran kebencian. Berkaca pada kasus penistaan agama yang menimpa mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bonar berpendapat, pelaporan terhadap Sukmawati itu bermuatan kepentingan politik.
Bonar pun meminta kepolisian berhati-hati dalam memproses kasus pelaporan Sukmawati ini. Dia mewanti-wanti agar kepolisian tak mengulang apa yang terjadi ketika menangani kasus Ahok.
"Polisi jangan tunduk kepada tekanan kelompok-kelompok tertentu yang selalu menggunakan politik agama dan politik identitas. Jangan sekali lagi mengulang kesalahan yang dilakukan saat menangani kasus Ahok," ujarnya.
Baca: Sukmawati Soekarnoputri Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama
Bonar menuturkan pelaporan itu sebenarnya kian menjadi bukti bahwa pasal penistaan agama tak hanya membelenggu kebebasan berekspresi. Pasal penistaan agama juga menjadi kedok untuk memojokkan lawan politik.
"Ini semakin memperlihatkan bukti bahwa pasal ini bukan hanya membelenggu kebebasan berekspresi, tapi juga dengan mudah digunakan kelompok-kelompok tertentu untuk memojokkan lawan politiknya," kata Bonar.
BUDIARTI UTAMI PUTRI