TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar sowan ke cendekiawan Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii di kediaman pribadinya di Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Minggu 1 April 2018.
Langkah Muhaimin menemui Buya Syafii ini adalah bagian dari rangkaian acara Konsolidasi Ulama Nusantra yang digelar di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta. Dari pertemuan itu, Cak Imin, pangilan akrab Muhaimin, mengaku banyak mendapatkan nasihat dari Buya.
Baca: Kiai NU se-Yogya Deklarasikan Muhaimin Iskandar Jadi Cawapres
"Sebagai wakil ketua MPR, saya meminta nasihat agar bisa menjalankan fungsi lembaga ini sebaik-baiknya. Sebagai politikus, saya tadi juga banyak dimarahi," kata Muhaimin sembari tertawa, usai pertemuan itu.
Muhaimin juga menyampaikan, dirinya meminta restu kepada Buya terkait rencananya menyiapkan diri maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) 2019-2024. "Pesan beliau (Buya) ke saya, 'Ya, pokoknya maju dulu (untuk) cawapres'," katanya.
Buya Syafii, kata Muhaimin, juga menyampaikan tiga pesan untuk dirinya dan politikus lain. Pertama, Buya berpesan agar umat Islam di Indonesia melakukan konsolidasi terus-menerus agar tidak menjadi korban kenyataan kondisi Timur Tengah saat ini. "Buya meminta umat Islam Indonesia harus menjadi kekuatan baru dunia yang memberikan kedamaian," kata Cak Imin.
Baca: Pengamat: Pilpres Bakal Menarik jika Prabowo Gandeng Muhaimin
Kedua, Buya meminta politikus dan tokoh nasional segera menjalankan agenda nasional yaitu menjaga dan melawan politik kotor, termasuk politik uang yang saat ini marak terjadi. "Politikus harus mengambil peran bersama, menangani dengan serius demokrasi liberal, yang semakin tidak terbendung," ujarnya.
Ketiga, Buya meminta Muhaimin dan politikus lain segera naik kelas menjadi negarawan.
Terkait langkah Muhaimin Iskandar yang akan maju cawapres, Buya menegaskan tidak dalam posisi dukung-mendukung. "Saya tidak mau jadi partisan, sebagai anak-anak bangsa monggo lah berkompetisi dengan baik dan bermartabat saja," ujarnya.
Buya Syafii hanya berharap, dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden nanti tidak ada calon tunggal. Sebab, menurut dia, calon tunggal tidak menyehatkan proses demokrasi yang sedang berjalan.
"Saya tidak setuju dengan calon tunggal, harus ada yang mengimbangi. Jika ini dibiarkan, maka kondisi ini tidak menyehatkan proses demokrasi," kata Buya Syafii. Menurut dia, calon tunggal akan membuka peluang besar melahirkan pemimpin menjadi sosok otoriter.