TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian meminta jajarannya sebisa mungkin tidak menggunakan istilah tahun politik untuk menghadapi pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan pemilihan presiden 2019.
“Untuk internal, saya mendorong mengganti istilah tahun politik ini dengan pesta demokrasi,” ujar Tito di sela menghadiri peluncuran buku karya mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki di kampus Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sabtu, 31 Maret 2018.
Baca: Cerita Kapolri Tito Karnavian Tangani Pilkada Papua
Tito menuturkan penggunaan istilah tahun politik tidak masalah jika itu hanya diterapkan di kalangan internal. Namun jika digunakan oleh jajaran Polri, dikhawatirkan bisa memunculkan dampak psikologis pada publik secara luas. “Istilah tahun politik tak hanya bisa memberi dampak psikologis pada masyarakat, tapi juga dunia usaha,” ujarnya.
Sebab, istilah tahun politik, ujar Tito, seolah-olah menggambarkan situasi yang labil tentang adanya pertarungan-pertarungan dalam dunia politik, meskipun kemungkinan besar hal itu terjadi.
Simak: Mahfud MD Jagokan Kapolri Tito Karnavian Jadi Cawapres
Namun yang dikhawatirkan istilah tahun politik ini direspons dengan rasa khawatir dan menghasilkan perubahan-perubahan sosial yang berdampak pada kebijakan-kebijakan kontra-produktif. Misalnya dari para pelaku usaha di tanah air yang memilih sikap wait and see (menunggu perkembangan) apakah ada pergantian angin politik dan lainnya.
Kalangan usaha, ujar Tito, biasanya sangat sensitif pada dampak psikologis terkait situasi politik. “Sedangkan istilah pesta demokrasi mengajak publik lebih enjoy dan bergembira dalam memilih pemimpin,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO