TEMPO.CO, Jakarta - Panitia khusus Dewan Perwakilan Rakyat terus mencari cara untuk memuluskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Upaya terakhir yang pansus lakukan untuk meloloskan aturan itu adalah melobi perwakilan pemerintah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Wakil Ketua Pansus RUU Pertembakauan Bambang Haryadi mengatakan pansus sedang mengatur jadwal untuk memanggil para menteri agar pemerintah satu suara dalam beberapa isu krusial, antara lain isu petani, industri, kesehatan, dan pekerja. "Kami kebut dan selesai tahun ini," kata dia di Jakarta pada Kamis, 29 Maret 2018.
Namun sejumlah politikus di Pansus dan Badan Legislasi DPR mengatakan Yasonna, yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, membarter penyelesaian pembahasan RUU Pertembakauan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Baca: RUU Pertembakauan Dianggap Politisasi Petani
Menurut politikus itu, UU MD3 memuat kepentingan PDIP. "Sedangkan RUU Pertembakauan membawa kepentingan Partai Golkar," kata dia.
UU MD3, kata politikus itu, bertujuan mengakomodasi kepentingan PDIP agar memiliki wakil di posisi pemimpin DPR. Belakangan, PDIP menempatkan Utut Adianto untuk mengisi posisi itu, menyusul tetap berlakunya UU MD3 meski tak diteken Presiden Joko Widodo.
Adapun RUU Pertembakauan, masih kata politikus itu, merupakan garapan Golkar. Ini tercermin dari ditempatkannya politikus partai berlambang beringin itu, Firman Subagyo, sebagai Ketua Pansus. Setelah Golkar menjadi inisiator penting lolosnya revisi UU MD3, kata dia, giliran Yasonna memuluskan pembahasan RUU Pertembakauan.
Politikus lain, dari partai pemerintah, mengatakan, setelah UU MD3 selesai, pemerintah bakal satu suara dalam pembahasan RUU Pertembakauan. "Yasonna berkomitmen menjadikan enam kementerian dalam satu suara," kata dia.
Baca: RUU Pertembakauan, Kementerian Kesehatan Konsisten Menolak
Yasonna membantah tudingan ini. "Tak ada barter," kata dia. Menurut dia, pemerintah dan DPR memiliki agenda menata aturan tentang tembakau agar tidak tumpang-tindih. "Ini agar tak bertabrakan dengan undang-undang yang lain."
Adapun Bambang Haryadi tak membantah ataupun membenarkan adanya barter ini. "Namanya politik, lobi dan menjanjikan itu hal yang biasa," ujar politikus Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, enam kementerian tak kompak. Yasonna merupakan satu dari enam menteri yang membahas RUU Pertembakauan. Awalnya, ia bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kesehatan mendukung pertembakauan diatur melalui peraturan menteri.
Adapun Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian menilai perlu adanya undang-undang. Belakangan, Yasonna ingin mengatur pertembakauan dalam bentuk undang-undang.
Baca: Komite Pengendalian Tembakau: Stop Bahas RUU Pertembakauan
Firman Soebagyo, yang juga Wakil Ketua Baleg, mengatakan jika pemerintah tak satu suara, dewan ingin menempuh jalan tengah. "Misalnya, meminta Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah," ujarnya. Ia mengatakan Pansus telah bertemu dengan berbagai kalangan, termasuk pelaku industri rokok.
Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Priyo Sidipratomo, sudah mencurigai gerak-gerik DPR yang selalu mencari celah untuk mengegolkan RUU Pertembakauan yang memihak industri rokok. "Saat pembahasan, Pansus lebih sering memanggil kalangan yang pro-RUU Pertembakauan," kata dia.
Pendapat Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau, Tubagus Haryo Karbyanto, menguatkan pendapat Priyo. Menurut dia, RUU Pertembakauan bakal menguntungkan industri rokok dengan memasukkan beleid yang mengatur jumlah produksi rokok. "Sebanyak 90 juta penduduk Indonesia perokok. Mayoritas mereka adalah pelajar dan kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sungguh mencemaskan," kata dia.