TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak pemberian status justice collaborator bagi Setya Novanto. Hal tersebut disampaikan oleh jaksa penuntut umum KPK dalam sidang tuntutan Setya.
"Untuk posisi sebagai justice collaborator atau JC sesuai yang diajukan, kami tidak bisa kabulkan," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah pada Kamis, 29 Maret 2018.
Baca: Pengacara Masih Optimistis Setya Novanto Bisa Jadi JC
Febri mengatakan pihaknya memandang Setya belum memenuhi syarat sebagai justice collaborator, "Sehingga pada tuntutan ini kami abaikan atau tidak kami kabulkan JC-nya," ujarnya.
Meski begitu, kata Febri, Setya masih mempunyai ruang untuk memperoleh status tersebut karena saat ini posisi mantan Ketua DPR itu juga sebagai saksi untuk tersangka lain dalam kasus korupsi e-KTP. "Masih ada ruang saya kira bagi Setya Novanto karena posisinya juga sekaligus sebagai saksi untuk penyidikan yang lain," ujarnya.
Baca: Partai Demokrat Bantah Pernah Dimintai Perlindungan oleh Setya
Menurut Febri, KPK telah beberapa kali memanggil Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka lainnya dalam kasus e-KTP, yakni Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. "Jika memang Novanto punya niat baik untuk membuka seterang-terangnya perkara ini atau pelaku-pelaku lain tentu dengan informasi yang benar dan valid, maka hal tersebut masih terbuka dalam proses penyidikan tersangka yang lain," kata dia.
Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya pun mengaku masih optimistis kliennya bisa menjadi justice collaborator. Sebab, menurut dia, Setya hanya kurang memenuhi persyaratan, artinya ada syarat yang sudah dipenuhi.
Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta pembayaran uang pengganti sejumlah US$ 7,435 juta dikurangi Rp 5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setya dengan subsider 3 tahun penjara. Jaksa KPK juga meminta agar hakim mencabut hak Setya untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemidanaan.