TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam mengajukan banding atas vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepadanya.
"Saya menyatakan langsung banding. Semoga Yang Mulia bisa memberikan rasa keadilan pada saya," kata dia sesaat setelah Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 28 Maret 2018.
Simak: Nur Alam Bantah Buat Perjanjian dengan Perusahaan Richorp
Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga menghukum Nur Alam dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti Rp 2,7 miliar dan mencabut hak politik Nur Alam selama lima tahun seusai menjalani hukuman.
Hakim menilai Nur Alam terbukti telah menyalahgunakan wewenang sebagai gubernur untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Dari izin itu, Nur Alam disinyalir telah melakukan korupsi Rp 2,7 miliar.
Majelis hakim juga menilai Nur Alam telah terbukti memperkaya korporasi PT AHB (belakangan diakusisi PT Billy Indonesia) senilai Rp 1,5 triliun. Dia juga terbukti menerima suap secara berkala dari PT Richcorp Internasional Ltd sebanyak Rp 40,2 miliar.
Seusai persidangan Nur Alam mengklaim tidak pernah menyalahgunakan jabatannya untuk meluluskan IUP PT AHB. Dia berdalih mengeluarkan izin tersebut atas keputusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara. "Andaikata tidak ada izin pengadilan, sudah sejak awal saya batalkan izin itu," kata dia.
Nur Alam juga membantah telah menerima suap dari PT Richcorp seperti yang dituduhkan. Menurut dia, uang tersebut dititipkan kepadanya oleh mitra yang hendak berinvestasi di Sulawesi Tenggara. Uang itu, kata dia, juga berasal hasil meminjam, namun sudah dikembalikan. "Dari kasus ini saya tidak menggunakan uang negara sepeserpun," ujar dia.