TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo melaporkan perkembangan kasus penipuan agen perjalanan umrah, First Travel, dalam rapat kerja bersama Komisi Hukum DPR. Prasetyo mengatakan kemungkinan bahwa kejaksaan akan kesulitan untuk mengeksekusi aset barang sitaan dan rampasan milik First Travel.
"Mungkin nanti kami akan menghadapi permasalahan ketika eksekusi penyitaan barang bukti dan barang rampasannya," kata Prasetyo dalam rapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 28 Maret 2018.
Baca: Begini Aliran Dana Calon Jemaah First Travel Dibelikan Apartemen
Prasetyo menyebutkan banyaknya jumlah korban yang mengalami kerugian dibandingkan dengan jumlah aset yang ada membuat kejaksaan mengalami kesulitan. Kejaksaan pun menyiapkan tim verifikasi untuk membagi aset First Travel. "Jaksa penuntut umum membentuk tim verifikasi korban dan bagaimana mereka membagi aset yang ada di antara mereka," katanya.
Keputusan kejaksaan ini bukan tanpa alasan. Menurut Prasetyo, pelibatan korban dalam pembagian aset ini untuk menghindari keberpihakan kejaksaan dari korban atas penanganan kasus tersebut. "Ketika itu ditangani kejaksaan, nanti akan menimbulkan praduga, atau dituduh ada keberpihakan," kata dia.
Hingga kini, persidangan untuk terdakwa Andika Surahman, bos First Travel, terus berlangsung. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat.
Baca: Penyebab JPU Sebut Bos First Travel Main-main Jalankan Perusahaan
Tiga bos First Travel didakwa melakukan tindak pidana penipuan dan pencucian uang dengan tidak memberangkatkan 63.310 calon jemaah umroh dengan kerugian Rp 905 miliar. Mereka dituduh melanggar Pasal 378 KUHP juncto pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.