TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam akan menjalani sidang vonis kasus korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT Billy Indonesia, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu, 28 Maret 2018.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Nur Alam terbukti bersalah memperkaya diri sendiri karena mendapatkan imbalan Rp 2,7 miliar melalui korupsi pemberian IUP Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Billy Indonesia. Dia juga memperkaya korporasi PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.
Baca: KPK Minta Hak Politik Nur Alam Dicabut, Sebab...
Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap Nur Alam dengan vonis 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tuntutan itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Maret 2018. "Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama dan berlanjut," ujar jaksa Subari Kurniawan.
Selain itu, Nur Alam juga dinilai telah mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat pemberian IUP di Pulau Kebena kepada PT Billy dengan kerugian setara Rp 2,7 triliun. Dia juga dinilai terbukti menerima gratifikasi secara berkala dari PT Richcorp Internasional Ltd sebanyak Rp 40,2 miliar.
Baca: Saksi Kuatkan Dugaan Korupsi Nur Alam Merusak Lingkungan
Selain hukuman pidana, KPK berencana mencabut hak politik Nur Alam. "Kami harap hakim mempertimbangkan selain lamanya masa hukuman dan uang pengganti, yaitu hukuman tambahan pencabutan hak politik," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Kamis, 8 Maret 2018.
Pencabutan hak politik itu dilakukan agar Nur Alam tidak akan pernah bisa kembali menjadi pejabat negara. Febri mengungkapkan, tidak bisa membayangkan jika terpidana korupsi bisa mencalonkan diri kembali dalam Pilkada dan terpilih. "Pasti kerugian negara akan semakin besar," kata dia.
M. JULNIS FIRMANSYAH