TEMPO.CO, Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum Surabaya menyesalkan tindakan pengawalan secara berlebihan dari aparat keamanan terhadap acara diskusi dan pemutaran film The First Grader yang diselenggarakan Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Surabaya, Selasa malam, 27 Maret 2018
"LBH Surabaya secara kelembagaan menyesalkan dan menyayangkan tindakan pengawalan polisi secara berlebihan terhadap kegiatan temen-temen mahasiswa Papua," kata Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Surabaya, Hosnan, kepada Tempo, Selasa malam, 27 Maret 2018.
Baca: Pemutaran Film Mahasiswa Papua di Surabaya Dijaga Polisi
Meski acara yang dilaksanakan di Asrama Kamasan III Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, itu dibiarkan sampai selesai, dia menilai hal itu menimbulkan stigma yang tak bagus terhadap mahasiswa Papua setiap kali melakukan kegiatan. "Ini sudah beberapa kali aparat melakukannya."
Menurut Hosnan, aparat keamaan, dalam hal ini kepolisian, tidak perlu khawatir secara berlebihan ketika mahasiswa-mahasiswa asal Papua melakukan kegiatan. "Ada kekhawatiran berlebihan dari aparat keamanan ketika kegiatan itu dilakukan temen-temen mahasiswa Papua," katanya.
Bagaimanapun juga, kata dia, acara diskusi dan pemutar film merupakan bagian dari hak berekspresi setiap warga negara. Apalagi, lanjut dia, film yang diputar tidak bertentangan dengan ideologi negara. "Ini bagian dari kebebasan berekspresi secara akademik dengan melakukan kajian."
Baca: Di Selandia Baru, Jokowi Ungkap Alasannya Kerap ke Papua
Hosna menganggap tindakan pengawalan secara berlebihan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa-mahasiswa Pupua melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena telah membuat stigma buruk yang berhubungan dengan etnis. "Saya kira ini kasus pelanggaran HAM."
Karena itu, dia meminta polisi harus menjelaskan terkait apa yang sudah mereka lakukan. Hal tersebut harus dilakukan agar jelas, sehingga tidak ada stigma buruk lagi terhadap mahasiswa-mahasiswa Papua. "Saya khawatir polisi mendapatkan formasi yang keliru dan salah," katanya.
Acara diskusi dan pemutaran film yang bercerita tentang orang yang ingin mendapatkan akses pendidikan itu dijaga ketat puluhan polisi, baik yang berseragam maupun tidak. Penjagaan itu dilakukan dari luar asrama dari pukul 17.30-23.00.
Kepolsek Tambaksari, Komisaris Priyatno, mengatakan pengawalan dilakukan karena ada indikasi film yang diputar tentang kulit hitam. "Itu merupakan antisapasi ideologinya orang Papua," katanya saat dikonfirmasi Tempo. Selain itu, dia menilai film itu bertentangan dengan budaya bangsa.