TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari membantah pernah menyuap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membebaskan bapaknya, Syaukani Hasan Rais dari penjara. "Enggak, enggak pernah itu," kata dia usai persidangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Sebelumnya, saksi yang dihadirkan jaksa KPK, Hanny Kristianto mengungkap ada uang Rp 17 miliar untuk Rita dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun. Hanny, yang merupakan mantan General Manager Hotel Golden Season Samarinda, mengatakan, dari uang itu, Rp 5 miliar diberikan kepada Rita untuk menyuap KPK.
Baca: Saksi Sebut Ada Rp 5 Miliar untuk Bebaskan Ayah Rita Widyasari
Uang itu, menurut Hanny, diberikan pada 5 Agustus 2010 untuk membebaskan ayah Rita Widyasari, Syaukani yang merupakan mantan Bupati Kutai Kartanegara. Namun, Hanny tidak mengetahui oknum KPK yang menerima duit tersebut.
"Itu untuk bayar orang KPK untuk membebaskan Pak Syaukani sebanyak Rp 5 miliar. Dibayarkan lewat transfer bank," kata Hanny saat bersaksi dalam kasus suap dan gratifikasi dengan terdakwa Abun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Rita Widyasari merupakan terdakwa penerima suap Rp 6 miliar dari Abun dalam kasus pemberian izin lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain itu, Rita juga didakwa telah menerima gratifikasi senilai Rp 436 miliar dalam bentuk imbalan perizinan, proyek dan lelang APBD Kutai.
Baca: Saksi: Suap untuk Bupati Rita Diberikan dalam Kantong Plastik
Syaukani yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Kutai untuk dua periode, 1999-2004 dan 2005-2006. Pada masa jabatannya kedua, KPK menjerat Syaukani sebagai tersangka korupsi pembelian lahan Bandara Loa Kulu yang diduga merugikan negara sebesar Rp 15 miliar.
Pada 2007, Syaukani dihukum dua tahun enam bulan penjara karena kasus itu. Hukuman untuk ayah Rita Widyasari itu kemudian diperberat Mahkamah Agung menjadi 6 tahun penjara. Karena kondisi kesehatannya yang terus menurun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan Syaukani ampunan pada 17 Agustus 2010.