TEMPO.CO, Yogyakarta - Tiga ruas jalan di wilayah Yogyakarta akan ditutup sementara untuk memberi jalan bagi iring-iringan pengantar jenazah pengusaha Probosutedjo. Ruas jalan yang ditutup sementara antara lain pertigaan Pedes, penghubung Jalan Yogyakarta-Wates atau Yogyakarta-Purworejo; pertigaan Nulis penghubung Kecamatan Sedayu Bantul dan Godean Sleman; serta ruas Jalan Argomulyo di depan kompleks Museum Soeharto sampai makam Somenggalan, jalur utama prosesi pemakaman.
"Kami turunkan 52 personel untuk menjaga arus lalu lintas ini," ujar Kepala Polsek Sedayu Komisaris Sugiarta di rumah duka Probosutedjo di Dusun Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, Senin, 26 Maret 2018. Adik kedua Presiden Soeharto itu wafat pada Senin di Jakarta dan akan dimakamkan di kompleks pemakaman pejuang Somenggalan, Dusun Sedayu, Kecamatan Argomulyo, Bantul, Yogyakarta, hari ini.
Baca:
Probosutedjo Rencananya Dimakamkan di ...
Probosutedjo, 20 tahun Berperang Melawan Kanker Thyroid
Sugiarta mengatakan penutupan arus ini untuk menjaga kelancaran prosesi pemakaman, yang rencananya dihadiri sejumlah pejabat, juga pejabat negara era Orde Baru. "Infonya, bekas pejabat era Pak Presiden Soeharto akan ikut hadir mengantar almarhum ke pemakaman," ujarnya.
Meninggalnya Probo adalah duka bagi penduduk Dusun Kemusuk. "Pak Probo amat berjasa menghidupkan Argomulyo. Masyarakat jadi lebih sejahtera serta berpendidikan layak," kata penduduk Dukuh Kemusuk Argomulyo, Ngadiono, di kompleks Museum Soeharto Sedayu, Senin.
Baca:
Probosutedjo, Guru yang Pengusaha
Probosutedjo dan Lapangan Tenis Modern di ...
Selain membangun Museum H.M. Soeharto di Kemusuk, kata Ngadiono, Probo mendirikan Universitas Mercu Buana di Yogyakarta. "Banyak pelajar SMA/SMK (sekolah menengah atas/kejuruan) di sini, yang tak mampu melanjutkan sekolah, dikuliahkan gratis di Universitas Mercu Buana yang didirikannya," ucapnya.
Berdirinya Museum H.M. Soeharto juga membuat warga sekitar kompleks punya penghasilan tambahan dengan berjualan di sekitar museum. Museum itu sering dikunjungi orang yang biasa datang berombongan. “Warga yang sebelumnya enggak berjualan jadi berjualan," tutur Ngadiono.